Ensiklopedia

Administrasi Keuangan

Deskripsi Sistem Administrasi Keuangan Desa

Di dalam Pusat Data Desa Indonesia (PDDI) ini, sistem pengadministrasian APB Desa pada dasarnya terbagi atas pengelolaan pendapatan, belanja, pembiayaan, perencanaan, pelaporan dan penatausahaan keuangan desa.

  • 1. Pendapatan Desa

    Pendapatan desa adalah semua penerimaan uang melalui rekening desa yang merupakan hak desa dalam 1 (satu) tahun anggaran yang tidak perlu dibayar kembali oleh desa. Pendapatan desa terdiri atas:

    • a. Pendapatan asli desa atau PA Desa berupa hasil usaha baik dari hasil BUMDesa atau tanah kas desa, hasil aset (tambatan perahu, pasar desa, tempat pemandian umum, jaringan irigasi), swadaya, partisipasi, dan gotong royong (membangun dengan kekuatan sendiri yang melibatkan peran serta masyarakat berupa tenaga, barang yang dinilai dengan uang), dan lain-lain (pendapatan asli desa merupakan hasil pungutan desa).

    • b. Transfer berupa Dana Desa, bagian dari hasil pajak daerah kabupaten/kota dan retribusi daerah, Alokasi Dana Desa, bantuan keuangan dari APBD Provinsi (dapat bersifat umum dan khusus). Bila bersifat khusus dikelola dalam APBDesa tetapi tidak diterapkan dalam ketentuan penggunaan (paling sedikit 70% dan paling banyak 30%), Bantuan keuangan APBD Kabupaten/Kota (dapat bersifat umum dan khusus. Bila bersifat khusus dikelola dalam APBDesa tetapi tidak diterapkan dalam ketentuan penggunaan paling sedikit 70% dan paling banyak 30%).

    • c. Pendapatan lain-lain yaitu hibah dan sumbangan dari pihak ketiga yang tidak mengikat (pemberian berupa uang dari pihak ketiga) dan lain-lain pendapatan desa yang sah (pendapatan sebagai hasil kerjasama dengan pihak ketiga dan bantuan perusahaan yang berlokasi di desa).

  • 2. Belanja Desa

    Belanja desa meliputi pengeluaran dari rekening desa yang merupakan kewajiban desa dalam 1 (satu) tahun anggaran yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh desa. Belanja desa digunakan dalam rangka mendanai penyelenggaraan kewenangan desa. Belanja desa terdiri atas kelompok penyelenggaraan pemerintahan desa, pelaksanaan pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatan desa, pemberdayaan masyarakat desa, dan belanja tak terduga. Kelompok belanja di atas dibagi dalam kegiatan sesuai dengan kebutuhan desa (belanja pegawai, belanja barang & jasa, dan belanja modal) yang telah dituangkan dalam Rencana Kerja Pemerintah Desa (RKP Desa). Belanja pegawai adalah pengeluaran penghasilan tetap dan tunjangan (Kepala Desa, Perangkat Desa, dan Badan Permusyawaratan Desa) yang dilakukan setiap bulan.

  • 3. Pembiayaan Desa

    Pembiayaan desa meliputi semua penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun pada tahun-tahun anggaran berikutnya. Pembiayan desa terdiri atas penerimaan pembiayaan, yang mencakup:

    • a. Sisa lebih perhitungan anggaran (SiLPA) tahun sebelumnya. SiLPA adalah pelampauan penerimaan pendapatan terhadap belanja, penghematan belanja, dan sisa dana kegiatan lanjutan, yang digunakan untuk menutup defisit anggaran apabila realisasi pendapatan lebih kecil daripada realisasi belanja, mendanai pelaksanaan kegiatan lanjutan, dan mendanai kewajiban lainnya yang sampai dengan akhir tahun anggaran belum diselesaikan.

    • b. Pencairan dana cadangan adalah dana yang bersumber dari penyisihan atas penerimaan desa, kecuali dari penerimaan yang penggunaannya telah ditentukan secara khusus berdasarkan peraturan perundang-undangan.

    • c. Hasil penjualan kekayaan desa yang dipisahkan. Kekayaan desa yang dipisahkan adalah kekayaan milik desa baik bergerak maupun tidak yang dikelola oleh BUMDesa. Hasil penjualan digunakan untuk menganggarkan hasil penjualan kekayaan desa yang dipisahkan. Dana cadangan ditetapkan dengan peraturan desa yang paling sedikit memuat: penetapan tujuan pembentukan dana cadangan, program & kegiatan yang akan dibiayai, besaran & rincian tahunan dana cadangan yang harus dianggarkan, sumber dana cadangan, dan tahun anggaran pelaksanaan.

  • 4. Perencanaan APB Desa

    Perencanaan APB Desa secara umum terdiri dari dua tahap, yaitu tahap I: Perencanaan. Pada tahap ini Sekretaris Desa menyusun rancangan peraturan desa tentang APB Desa. Kemudian Kepala Desa menyampaikan kepada BPD untuk dibahas dalam musyawarah desa. Pada akhirnya BPD melalui forum musyawarah desa melakukan penyepakatan bersama (paling lambat Oktober tahun berjalan). Tahap II: Evaluasi (lingkup Kab/Kota) maksimal 3 hari sejak disepakati bersama BPD untuk dievaluasi. Kepala Desa menetapkan evaluasi paling lama 20 hari kerja sejak diterimanya rancangan peraturan desa tentang APB Desa kepada Bupati/Walikota.

  • 5. Pelaksaan APB Desa

    Pelaksanaan atas APB Desa yang telah disahkan terdiri dari 3 aspek penting, yaitu pelaksanaan atas penerimaan, pelaksanaan dan perubahan APBDesa. Pada aspek penerimaan desa, semua penerimaan dalam rangka pelaksanaan keuangan desa harus melalui rekening kas desa dan didukung bukti yang lengkap dan sah. Khusus desa yang belum memiliki layanan perbankan diwilayahnya akan diatur oleh Pemerintah Kab/Kota. Pemerintah Desa dilarang melakukan pungutan sebagai pemasukan selain yang ditetapkan dalam peraturan desa. Bendahara dapat menyimpan uang di kas desa dalam rangka yang memenuhi kebutuhan operasional dengan jumlah tertentu yang ditetapkan dengan peraturan Bupati/Walikota. Kemudian semua proses itu diakhiri dengan penetapan dana pada rekening desa.

  • 6. Penatausahaan APB Desa

    Bendahara desa wajib melakukan pencatatan setiap penerimaan dan pengeluaran serta melakukan tutup buku setiap akhir bulan secara tertib . Bendahara desa wajib membuat laporan pertanggungjawaban yang disampaikan setiap bulan kepada kepala desa paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya. Penatausahaan, penerimaan, dan pengeluaran menggunakan buku kas umum, buku kas pembantu pajak, dan buku bank.

Peraturan terkait Sistem Administrasi Keuangan Desa :

  • 1. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang No. 6 Tahun 2014, dan Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2015 tentang perubahan atas Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014.

  • 2. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 113 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Desa.

Siapa yang akan mendampingi desa dalam hal pengelolaan keuangan? Bagaimana pembiayaannya?

Pendamping utama adalah Pemerintah Kabupaten/Kota yang dapat didelegasikan kepada Camat serta dapat dibantu oleh pendamping profesional. Pendampingan desa yang dilakukan aparat pemerintah dibiayai dengan anggaran rutin, sedangkan untuk pendamping profesional dapat dibiayai oleh Pemerintah Pusat/Daerah atau bahkan oleh desa sendiri. Desa juga dapat meminta bimbingan dan konsultansi kepada pihak yang berkompeten seperti Camat/Staf Kecamatan, BPMD, Bappeda Kabupaten/Kota, Bagian Pemdes Kabupaten, profesional di bidang pengelolaan keuangan desa, dan sebagainya.

Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APB Desa)

Di dalam Pusat Data Desa Indonesia (PDDI) ini, menurut UU No 6 Tahun 2014 tentang desa menjelaskan bahwa Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa) adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian modalnya dimiliki oleh desa melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan desa yang dipisahkan guna memgelola asset, jasa pelayanan, dan usaha lainnya untuk sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat desa. BUM Desa merupakan badan usaha yang ditetapkan melalui Peraturan Desa berdasarkan hasil keputusan Musyawarah Desa. Artinya, pembentukan BUM Desa hanya didasarkan pada Peraturan Desa dan tidak membutuhkan pengesahan dari akta notaris. Meskipun demikian, berdasarkan pasal 7 UU nomor 6 tahun 2014 tentang Desa, BUM Desa dapat terdiri dari unit-unit usaha yang berbadan hukum seperti perseroan terbatas dan lembaga keuangan mikro.

Dasar hukum dan peraturan pelaksanaan BUM Desa adalah: Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, Peraturan Pemerintah No. 43 tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang Undang nomor 6 tahun 2014 tentang Desa, Peraturan Pemerintah No. 47 Tahun 2015 tentang Perubahan Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang nomor 6 tahun 2014 tentang Desa, dan Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi No. 4 Tahun 2015 tentang Pendirian, Pengurusan dan Pengelolaan, dan Pembubaran Badan Usaha Milik Desa. Tujuan BUM Desa adalah:

  • a. Meningkatkan perekonomian desa,

  • b. Mengoptimalkan asset desa agar bermanfaat untuk kesejahteraan desa,

  • c. Meningkatkan usaha masyarakat dalam pengelolaan potensi ekonomi desa,

  • d. Mengembangkan rencana kerja sama usaha antar desa dan/atau dengan pihak ketiga,

  • e. Menciptakan peluang dan jaringan pasar yang mendukung kebutuhan layanan umum warga,

  • f. Membuka lapangan kerja,

  • g. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui perbaikan pelayanan umum, pertumbuhan, dan pemerataan ekonomi desa, dan

  • h. Meningkatkan pendapatan masyarakat desa dan pendapatan asli desa.

Desa dapat mendirikan BUM Desa dengan mempertimbangkan hal-hal berikut: Inisiatif Pemerintah Desa dan/atau masyarakat desa; potensi usaha ekonomi desa; sumberdaya alam di desa; sumberdaya manusia yang mampu mengelola BUM Desa; penyertaan modal dari Pemerintah Desa dalam bentuk pembiayaan; dan kekayaan desa yang diserahkan untuk dikelola sebagai bagian dari usaha BUM Desa

Persiapan Pendirian Bumdesa

Beberapa persiapan awal yang perlu dilakukan oleh desa antara lain, yaitu: Sosialisasi ide atau inisiatif pendirian BUM Desa. Ide atau inisiatif ini bisa muncul dari Pemerintah Desa dan atau masyarakat. Dari manapun inisiatif tersebut jika dirasa baik bagi masyarakat, maka kuncinya adalah harus dibahas di dalam Musyawarah Desa. Kemudian melakukan tinjauan atau kajian ringkas mengidentifikasi potensi-potensi apa saja yang ada di desa, baik potensi sumberdaya alam, potensi pertanian, peternakan, perikanan, pariwisata, potensi budaya dan tradisi, potensi SDM masyarakat yang ada, potensi aset dan kekayaan desa yang menjadi kewenangan desa; dan melakukan identifikasi atas aset-aset dan kekayaan yang ada di desa, serta memilah-milah mana yang merupakan kewenangan desa dan mana yang bukan kewenangan desa atas aset dan kekayaan yang ada di desa tersebut. Berdasarkan identifikasi tersebut kemudian ditetapkan peraturan desa tentang aset dan kekayaan desa yang menjadi kewenangan desa.

Tahapan pendirian BUM Desa dapat dirinci sebagai berikut: Tahap I (Pra Musyawarah Desa) melakukan sosialisasi dan penjajakan kepada warga desa peluang pendirian BUM Desa, melakukan pemetaan aset dan kebutuhan warga, menyusun draf Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga BUM Desa, dan menentukan kriteria pengurus organisasi pengelola BUM Desa. Tahap II (Musyawarah Desa) menyampaikan hasil pemetaan dan potensi jenis usaha, menyepakati pendirian BUM Desa sesuai dengan kondisi ekonomi, potensi jenis usaha dan sosial budaya masyarakat; membahas Draf Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga, memilih kepengurusan organisasi pengelola BUM Desa, sumber permodalan BUM Desa, dan membentuk panitia Ad-Hock perumusan Peraturan Desa tentang pembentukan BUM Desa. Tahap III (Pasca Musdes) menyusun Rancangan Peraturan Desa tentang Penetapan Pendirian Badan Usaha Milik Desa yang mengacu pada UU Desa, Peraturan Pelaksananaan dan Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, pembahasan Rancangan Peraturan Desa tentang Penetapan Pendirian Badan Usaha Milik Desa, dan penetapan Peraturan Desa tentang Penetapan Pendirian Badan Usaha Milik Desa. Permendesa PDT dan Transmigrasi No. 4 tahun 2015 Pasal 7 menyatakan bahwa BUM Desa dapat terdiri dari unit-unit usaha yang berbadan hukum. Keberadaan unit usaha yang berbadan hukum tersebut dapat berupa lembaga bisnis yang kepemilikan sahamnya berasal dari BUM Desa dan masyarakat. Susunan kepengurusan organisasi pengelola BUM Desa terdiri dari: (a) Penasihat; (b) Pelaksana Operasional; dan (c) Pengawas.

Modal awal BUM Desa berasal dari penyertaan modal desa yang dialokasikan melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APB Desa). Modal awal untuk BUM Desa tidak harus berasal atau dialokasi dari transfer Dana Desa. Modal awal untuk BUM Desa tersebut dapat dialokasikan dari dana manapun yang sudah masuk di rekening kas desa sebagai Pendapatan Desa di dalam APB Desa. Untuk mengembangkan usaha BUM Desa, desa selanjutnya dapat menambah penyertaan modal kepada BUM Desa yang dialokasikan melalui anggaran pembiayaan dalam APB Desa. Besaran penyaluran penyertaan modal harus mempertimbangkan kondisi keuangan desa dan kemampuan kapasitas BUM Desa dalam mengembangkan kegiatan usaha/bisnisnya. Kekayaan BUM Desa yang berasal dari penyertaan modal desa merupakan kekayaan desa yang dipisahkan.

Peraturan Terkait Pembangunan Desa :

  • 1. Permendesa DTT No. 1/2015 Tentang Pedoman Kewenangan Berdasarkan Hak Asal Usul dan Kewenangan Lokal Berskala Desa.

  • 2. Permendesa DTT No. 2/2015 Tentang Pedoman Tata Tertib dan Mekanisme Pengambilan Keputusan Musyawarah Desa.

  • 3. Permendesa DTT No. 4/2015 Tentang Pendirian, Pengurusan, dan Pengelolaan, dan Pembubaran Badan Usaha Milik Desa.

Definisi Badan Usaha Milik Desa?

Badan Usaha Milik Desa, yang selanjutnya disebut BUM Desa, adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh Desa melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan desa yang dipisahkan guna mengelola aset, jasa pelayanan, dan usaha lainnya untuk sebesarbesarnya kesejahteraan masyarakat desa.

Apa Perbedaan antara BUM Desa dengan Koperasi?

Perbedaan penting antara BUM Desa dengan koperasi antara lain: BUM Desa dibentuk/didirikan oleh pemerintah desa dan warga desa, yang meletakkan kekuasaan tertinggi pada Musyawarah Desa. Sedangkan Koperasi adalah kelembagaan ekonomi yang didirikan oleh beberapa orang yang mempunyai tujuan sama, dan kekuasaan tertinggi ada pada rapat anggota. Keuntungan usaha BUM Desa berupa SHU (Sisa Hasil Usaha) menjadi pendapatan bagi PA Desa (Pendapatan Asli Desa) dan digunakan untuk kesejahteraan warga desa lewat pembangunan. Sedangkan keuntungan SHU dalam koperasi dibagikan untuk kesejahteraan anggota koperasi.

Bagaimana status badan hukum BUM Desa?

Dalam Permendesa PDTT No. 4/2015 tentang Pendirian, Pengurusan dan Pengelolaan, dan Pembubaran Badan Usaha Milik Desa Pasal 7, dijelaskan bahwa: (1) BUM Desa dapat terdiri dari unit-unit usaha yang berbadan hukum. (2) Unit usaha yang berbadan hukum dapat berupa lembaga bisnis yang kepemilikan sahamnya berasal dari BUM Desa dan masyarakat. (3) Dalam hal BUM Desa tidak mempunyai unit-unit usaha yang berbadan hukum, bentuk organisasi BUM Desa didasarkan pada Peraturan Desa tentang Pendirian BUM Desa.

Apakah pendirian BUM Desa merupakan kewenangan lokal berskala Desa?

BUM Desa dikategorikan ke dalam Kewenangan Lokal Berskala Desa di bidang pemerintahan Desa ( Pasal 8 huruf l Permendesa PDTT No. 1/2015). Hal ini dimaksudkan agar:

  • 1. Pendirian, penetapan dan pengelolaan BUM Desa, didasarkan pada asas rekognisi dan asas subsidiaritas;

  • 2. Dana Desa digunakan untuk membiayai proses partisipatif dalam pembentukan BUM Desa.

  • 3. Desa menghasilkan pendapatan asli desa berdasarkan kewenangan lokalnya, termasuk hasil dari usaha BUM Desa.

Jika salah satu BUM Desa berbadan hukum, apakah yang berbadan hukum hanya unit usahanya saja?

Unit usaha dalam BUM Desa dapat berbadan hukum. Unit usaha simpan pinjam yang berbadan hukum PT dilegalisasi dengan akte notaris. Modal BUM Desa dalam LKM tersebut sebesar 60 persen seperti dinyatakan Desa dalam Pasal 4 jo. Pasal 5 ayat (1) dan (2) UU No. 1 Tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro.

Apakah legalitas AD/ART BUM Desa dapat ditetapkan dalam Surat Keputusan Kepala Desa atau Peraturan Desa?

AD/ART dalam PP No. 47/2015 Pasal 136 ayat (4) dan Pasal 5 Permendesa PDTT No. 4 Tahun 2015 tentang BUM Desa, cukup dibahas dalam Musyawarah Desa agar prakarsa masyarakat Desa tetap mendasari substansi AD/ART. AD/ART dibahas dalam Musyawarah Desa dan ditetapkan oleh kepala desa sebagaimana diatur dalam PP tentang Desa Pasal 136 ayat (5). Idealnya, secara hukum-prosedural, AD/ART ditetapkan dalam Peraturan Kepala Desa yang didasari oleh Perdes pendirian BUM Desa.

Apakah perbedaan BUMDESA Bersama dan BUMDESA antar Desa?

BUM Desa berada dalam lingkup lokal-desa dan ditetapkan dengan peraturan desa. BUM Desa Bersama berkedudukan di kawasan perdesaan dan ditetapkan dengan Peraturan Bersama Kepala Desa. BUM Desa antardesa berkedudukan pada desa masing-masing, berada dalam skema kerjasama antardesa, terdiri dari 2 (dua) atau lebih BUM Desa skala lokal dan diatur melalui kesepakatan yang dituangkan dalam Naskah Perjanjian Kerja Sama antar BUM Desa.

Dana Desa

Deskripsi Peruntukan Dana Desa

Di dalam Pusat Data Desa Indonesia (PDDI) ini, Dana Desa adalah dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang diperuntukkan bagi desa yang ditransfer melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah kabupaten/kota dan digunakan untuk mendanai penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat.

Penggunaan Dana Desa diatur dalam Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal Dan Transmigrasi di mana setiap tahun diterbitkan oleh Kementerian Desa PDTT memiliki fokus dan prioritas yang berbeda yang menjadi pedoman bagi desa merencanakan dan memanfaatkan Dana Desa.

Prioritas Penggunaan Dana Desa merupakan pilihan kegiatan yang didahulukan dan diutamakan daripada pilihan kegiatan lainnya untuk dibiayai dengan Dana Desa, di mana prioritas penggunaan dana desa bertujuan :

  • 1. Memberikan acuan bagi penyelenggaraan kewenangan hak asal usul dan kewenangan lokal berskala desa yang dibiayai oleh Dana Desa dalam melaksanakan program dan kegiatan;

  • 2. Memberikan acuan bagi Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dalam menyusun pedoman teknis penggunaan Dana Desa; dan

  • 3. Memberikan acuan bagi Pemerintah Pusat dalam pemantauan dan evaluasi pelaksanaan penggunaan Dana Desa.

Prioritas Penggunaan Dana Desa;

Berdasarkan pasal 4 Peraturan Menteri Desa Nomor 19 tahun 2017 tentang Penetapan Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun 2018 adalah:

  • 1. Prioritas Penggunaan Dana Desa untuk membiayai pelaksanaan program dan kegiatan di bidang pembangunan desa dan pemberdayaan masyarakat desa.

  • 2. Prioritas penggunaan Dana Desa diutamakan untuk membiayai pelaksanaan program dan kegiatan yang bersifat lintas bidang.

  • 3. Program dan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) antara lain bidang kegiatan produk unggulan desa atau kawasan perdesaan, BUM Desa atau BUM Desa Bersama, embung, dan sarana olahraga desa sesuai dengan kewenangan desa.

  • 4. Pembangunan sarana olahraga desa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan unit usaha yang dikelola oleh BUM Desa atau BUM Desa Bersama.

  • 5. Prioritas penggunaaan Dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dipublikasikan oleh Pemerintah Desa kepada masyarakat desa di ruang publik yang dapat diakses masyarakat desa.

Selain dari prioritas tersebut, dana desa digunakan untuk membiayai Pembangunan Desa yang ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa, peningkatan kualitas hidup manusia serta penanggulangan kemiskinan serta membiayai membiayai program dan kegiatan bidang Pemberdayaan Masyarakat Desa yang ditujukan untuk meningkatkan kapasitas dan kapabilitas masyarakat desa dengan mendayagunakan potensi dan sumberdayanya sendiri sehingga desa dapat menghidupi dirinya secara mandiri.

Bidang pembangunan antara lain :

  • 1. Pengadaan, pembangunan, pengembangan, dan pemeliharaan sarana prasarana dasar.

  • 2. Pengadaan, pembangunan, pengembangan, dan pemeliharaan sarana prasarana pelayanan sosial dasar.

  • 3. Pengadaan, pembangunan, pengembangan, dan pemeliharaan sarana prasarana ekonomi untuk mewujudkan Lumbung Ekonomi Desa.

  • 4. Pengadaan, pembangunan, pengembangan, dan pemeliharaan sarana prasarana lingkungan

  • 5. Pengadaan, pembangunan, pengembangan, dan pemeliharaan sarana prasarana lainnya yang sesuai dengan kewenangan Desa dan ditetapkan dalam Musyawarah Desa.

Sedangkan bidang pemberdayaan masyarakat di antaranya :

  • 1. Peningkatan partisipasi masyarakat dalam proses perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan pembangunan desa;

  • 2. Pengembangan kapasitas di desa meliputi: pendidikan, pembelajaran, pelatihan, penyuluhan dan bimbingan teknis, dengan materi tentang pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa;

  • 3. Pengembangan ketahanan masyarakat desa;

  • 4. Pengelolaan dan pengembangan sistem informasi desa;

  • 5. Dukungan pengelolaan kegiatan pelayanan sosial dasar di bidang pendidikan, kesehatan, pemberdayaan perempuan dan anak, serta pemberdayaan masyarakat marginal dan anggota masyarakat desa penyandang disabilitas;

  • 6. Dukungan pengelolaan kegiatan pelestarian lingkungan hidup;

  • 7. Dukungan kesiapsiagaan menghadapi bencana alam dan penanganannya;

  • 8. Dukungan permodalan dan pengelolaan usaha ekonomi produktif yang dikelola oleh BUM Desa dan/atau BUM Desa Bersama;

  • 9. Dukungan pengelolaan usaha ekonomi oleh kelompok masyarakat, koperasi dan/atau lembaga ekonomi masyarakat desa lainnya;

  • 10. Pengembangan kerja sama antardesa dan kerja sama desa dengan pihak ketiga; dan

  • 11. Bidang kegiatan pemberdayaan masyarakat desa lainnya yang sesuai dengan analisa kebutuhan desa dan ditetapkan dalam Musyawarah Desa.

Peraturan terkait Peruntukan Dana Desa:

  • 1. Peraturan Pemerintah Nomor 47 tahun 2015 tentang Peraturan Pelaksanaan UU No. 6 Tahun 2014 tentang desa sebagai pengganti Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014.

  • 2. Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 22 tahun 2015 tentang perubahan PP Nomor 60 tahun 2014 tentang Dana Desa yang bersumber dari APBN.

  • 3. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 49 tahun 2016 tentang Tata Cara Pengalokasian, Penyaluran, Penggunaan, Pemantauan dan Evaluasi Dana Desa.

  • 4. Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, Dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2017 Tentang Penetapan Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun 2018.

Apa saja jenis pembangunan yang bisa didanai dari Dana Desa?

Jenis pembangunan yang bisa didanai dari Dana Desa di antaranya:

  • 1. Pemenuhan kebutuhan dasar (pengembangan pos kesehatan desa dan polindes, pengelolaan dan pembinaan pos yandu, dan pembinaan dan pengelolaan pendidikan anak usia dini);

  • 2. Pembangunan sarana dan prasarana desa (pembangunan dan pemeliharaan jalan desa, jalan usaha tani, embung desa, sanitasi lingkungan, pembangunan dan pengelolaan air bersih skala desa);

  • 3. Pengembangan potensi ekonomi lokal (pendirian dan pengembangan BUM Desa, pembangunan dan pengelolaan pasar desa, tempat pelelangan ikan, lumbung pangan desa, pengembangan benih lokal);

  • 4. Pemanfaatan sumberdaya alam dan lingkungan (komoditas tambang mineral bukan logam, komoditas tambang batuan, rumput laut, hutan milik desa, pengelolaan sampah).

Bagaimana bila Dana Desa dicairkan tetapi Peraturan Bupati/Walikota tentang Kewenangan Berdasarkan Hak Asal Usul dan Kewenangan Lokal Berskala Desa belum ditetapkan?

UU Desa beserta peraturan pelaksanannya tidak secara tersurat mengharuskan Peraturan Bupati/Walikota tentang Kewenangan Berdasarkan Hak Asal Usul dan Kewenangan Lokal Berskala Desa terbit lebih dahulu, sebelum Peraturan Bupati/Walikota tentang pencairan dana desa. Oleh karena itu, dana desa bisa dicairkan lebih dulu dengan dasar Peraturan Bupati/Walikota tentang pencairan dana desa, meskipun belum terbit Peraturan Bupati/Walikota tentang Kewenangan Berdasarkan Hak Asal Usul dan Kewenangan Lokal Berskala Desa.

Apa syarat penyaluran Dana Desa?

Berdasarkan PP No. 22/2015 (pengganti PP No. 60/2014), Dana Desa hanya dapat dicairkan jika Kabupaten/kota dan Desa telah memenuhi persyaratan. Di tingkat Kabupaten/kota syarat yang harus terpenuhi, yaitu: (1) peraturan bupati/walikota tentang tata cara pembagian dan penetapan besaran Dana Desa untuk tiap desa, (2) peraturan daerah mengenai APBD tahun berjalan dan (3) laporan realisasi Dana Desa tahun anggaran sebelumnya. Persyaratan tersebut harus disampaikan oleh Kabupaten ke DJPK sebelum pencairan pertama. Di tingkat desa syarat yang harus terpenuhi, yaitu: (1) APB Desa yang telah ditetapkan melalui peraturan desa dan 2) laporan realisasi pengggunaan Dana Desa semester sebelumnya. Selain itu, diperlukan pula pelaporan penyerapan Dana Desa melalui aplikasi Online Monitoring Sistem Perbendaharaan Anggaran Negara (OM SPAN).

Apakah Dana Desa dapat digunakan untuk membiayai penanganan bencana alam?

Bencana alam yang menimbulkan kerusakan infrastruktur sebagai sesuatu yang mendesak untuk dibenahi. Jadi masuk dalam prioritas Dana Desa. Jalan desa, gorong-gorong, sanitasi air, maupun tanggul penahan banjir yang rusak harus dibangun kembali. Tentunya dengan penataan baru yang lebih baik dan tahan terhadap bencana. Sesuai dengan Permendesa PDTT No. 12/2016 tentang Penetapan Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun 2017 diatur bahwa pengadaan, pembangunan, pengembangan, dan pemeliharaan sarana prasarana lingkungan untuk pemenuhan kebutuhan: (1) kesiapsiagaan menghadapi bencana alam; (2) penanganan bencana alam; (3) penanganan kejadian luar biasa lainnya; dan (4) pelestarian lingkungan hidup.

Di mana informasi mengenai besaran Dana Desa (DD) dapat diperoleh?

Desa dapat mengetahui besar dana yang akan diperoleh melalui transfer dari pemerintah dan pemerintah daerah. Desa mengetahui dana yang bersumber dari Dana Desa setelah Pemerintah menetapkan APBN. Sedangkan dana yang bersumber dari ADD dan bagi hasil pajak daerah setelah Pemerintah Daerah menetapkan APBD. Di tingkat pusat alokasi DD di bawah Dirjen Perimbangan Keuangan Kementrian Keuangan (DJPK) dan Alokasi Dana Desa di bawah Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa. DJPK akan menginformasikan total transfer DD ke kabupaten dan kabupaten menginformasikan total DD dan ADD ke setiap desa. Karena itu, informasi yang paling valid mengenai jumlah DD dan ADD yang akan diterima oleh tiap desa adalah informasi yang bersumber dari Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa di tiap kabupaten.

Data Kondisi

Deskripsi Data Kondisi Desa

Di dalam Pusat Data Desa Indonesia (PDDI) ini, data kondisi desa diperlukan untuk mengukur sampai sejauh mana perkembangan dan kemajuan desa dan masyarakat desa. Dalam rangka mengurangi jumlah desa tertinggal dan meningkat jumlah desa mandiri, Kemendes PDTT meluncurkan Indeks Desa Membangun (IDM) melalui melalui Permendesa PDTTrans Nomor 2 Tahun 2016 tentang Indeks Desa Membangun. Adapun dasar penyusunan indikator yang ada dalam IDM adalah meletakkan prakarsa dan kuatnya kapasitas masyarakat sebagai basis utama dalam proses kemajuan dan pemberdayaan desa.

IDM menggunakan 3 dimensi, yaitu:

  • 1. Dimensi Sosial, terdiri dari: Pelayanan Kesehatan (Waktu Tempuh ke prasarana kesehatan < 30 menit, Ketersediaan tenaga kesehatan, bidan, dokter dan nakes lain, Tingkat aktivitas posyandu, Akses ke poskesdes, polindes dan posyandu, dan Tingkat kepesertaan BPJS), Pendidikan (Akses ke Pendidikan Dasar SD/MI

  • 2. Dimensi Ekonomi, terdiri dari: Terdapat lebih dari satu jenis kegiatan ekonomi penduduk, Terdapat usaha kedai makanan, restoran, hotel dan penginapan, Akses penduduk ke pusat perdagangan (pertokoan, pasar permanen dan semi permanen, Terdapat sektor perdagangan di permukiman (warung dan minimarket), Terdapat kantor pos dan jasa logistik, Tersedianya lembaga perbankan umum (Pemerintah dan Swasta), Tersedianya BPR, Akses penduduk ke kredit, Tersedianya lembaga ekonomi rakyat (koperasi), Terdapat moda transportasi umum (Transportasi Angkutan Umum, trayek reguler dan jam operasi Angkutan Umum), Jalan yang dapat dilalui oleh kendaraan bermotor roda empat atau lebih (sepanjang tahun kecuali sepanjang musim hujan, sepanjang tahun kecuali saat tertentu), dan Kualitas Jalan Desa (Jalan terluas didesa dengan aspal, kerikil, dan tanah)

  • 3. Dimensi Ekologi, terdiri dari: Ada atau tidak adanya pencemaran air, tanah dan udara, Terdapat sungai yg terkena limbah, Kejadian Bencana Alam (banjir, tanah longsong, kebakaran hutan), Upaya/Tindakan terhdap potensi bencana alam (Tanggap bencana, jalur evakuasi, peringatan dini dan ketersediaan peralatan penanganan bencana), dan Upaya Antisipasi, mitigasi bencana alam yg ada di desa

Klasifikasi Status Desa dalam PermendesaPDTTrans Nomor 2 Tahun 2016 tentang Indeks Desa Membangun adalah:

  • 1. Desa Mandiri memiliki kemampuan melaksanakan pembangunan desa untuk peningkatan kualitas hidup dan kehidupan sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat desa dengan ketahanan sosial, ketahanan ekonomi, dan ketahanan ekologi secara berkelanjutan. Desa mandiri atau desa madya adalah desa yang memiliki Indeks Desa Membangun lebih besar (>) dari 0,8155.

  • 2. Desa Maju memiliki potensi sumber daya sosial, ekonomi dan ekologi, serta kemampuan mengelolanya untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat desa, kualitas hidup manusia, dan menanggulangi kemiskinan. Desa maju atau desa pra-madya adalah desa yang memiliki Indeks Desa Membangun kurang dan sama dengan (≤) 0,8155 dan lebih besar (>) dari 0,7072.

  • 3. Desa Berkembang memiliki potensi sumber daya sosial, ekonomi, dan ekologi tetapi belum mengelolanya secara optimal untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat desa, kualitas hidup manusia dan menanggulangi kemiskinan. Desa berkembang atau desa madya adalah desa yang memiliki Indeks Desa Membangun kurang dan sama dengan (≤) 0,7072 dan lebih besar (>) dari 0,5989.

  • 4. Desa Tertinggal memiliki potensi sumber daya sosial, ekonomi, dan ekologi tetapi belum, atau kurang mengelolanya dalam upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat desa, kualitas hidup manusia serta mengalami kemiskinan dalam berbagai bentuknya. Desa tertinggal atau desa pra-madya adalah desa yang memiliki Indeks Desa Membangun kurang dan sama dengan (≤) 0,5989 dan lebih besar (>) dari 0,4907.

  • 5. Desa Sangat Tertinggal mengalami kerentanan karena masalah bencana alam, goncangan ekonomi, dan konflik sosial sehingga tidak berkemampuan mengelola potensi sumber daya sosial, ekonomi, dan ekologi, serta mengalami kemiskinan dalam berbagai bentuknya. Desa sangat tertinggal atau desa pratama adalah desa yang memiliki Indeks Desa Membangun kurang dan lebih kecil (≤) dari 0,4907.

Peraturan Terkait Data Kondisi Desa :

Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, Transmigrasi Nomor 2 Tahun 2016 tentang Indeks Desa Membangun.

Siapa yang melakukan SID, baik dari Pemerintah Daerah kepada Desa maupun dari Desa kepada masyarakat dan sebaliknya?

  • 1. Berdasarkan pasal 86 UU No. 14 Tahun 2014 pasal 1 Desa berhak mendapatkan akses informasi melalui sistem informasi desa yang dikembangkan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota. Sedangkan Pasal 2 menjelaskan bahwa Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib mengembangkan sistem informasi desa dan pembangunan kawasan perdesaan;

  • 2. Dalam pelaksanaanya maka pemerintah daerah melalui instansi terkait wajib memberikan informasi kepada desa terkait Rencana Kerja Pemerintah Daerah, program yang berjalan di desa, pagu indikatif desa, maupun informasi kabupaten yang terkait/berhubungan dengan desa. Informasi tersebut disampaikan ke masing-masing desa melalui media informasi daerah;

  • 3. Kepala Desa wajib memberikan/menyebarkan informasi kepada masyarakat desa secara tertulis terkait penyelenggaraan pemerintahan desa setiap akhir tahun;

  • 4. MasyarakatdDesa dapat menyampaikan/meminta informasi yang terjadi di desanya kepada Kepala Desa dan Pemerintah Daerah melalui media informasi desa, termasuk informasi menyangkut: penyelenggaraan pemerintahan desa, pelaksanaan pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatan desa, dan pemberdayaan masyarakat desa.

Desa / Kecamatan / Kabupaten

Deskripsi Hubungan Desa dengan Kecamatan/Kabupaten

Di dalam Pusat Data Desa Indonesia (PDDI) ini, desa menurut UU No. 6/ 2014 didefinsikan sebagai daerah otonom (local self-government). Akan tetapi, desa tidak mempunyai urusan pemerintahan yang didesentralisasikan dari pemerintah pusat kepada desa, tidak mempunyai “kepala daerah” dan tidak mempunyai birokrat lokal untuk melaksanakan urusan pemerintahan yang didesentralisasikan, serta tidak mempunyai kewenangan menarik pajak dan retribusi lokal. Berdasarkan fakta ini, hubungan pemerintahan antara pemerintah desa dengan pemerintahan atasan bukan berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan sebagaimana ditentukan dalam pasal 18 UUD 1945. Status BPD berbeda dengan status DPRD. Karena BPD tidak secara langsung memiliki fungsi pengawasan, legislasi dan anggaran sebagaimana dimiliki oleh DPRD. Demikian juga status perangkat desa. Perangkat desa bukan birokrat profesional pada tingkat desa dalam pengertian local government sedangkan birokrat kabupaten adalah birokrat profesional lokal. Perangkat desa bukan birokrat lokal karena mereka bukan Aparatur Sipil Negara sebagaimana diatur dalam UU No. 5/ 2014.

Hubungan pemerintahan desa dengan kecamatan adalah hubungan koordinasi. Sesuai dengan UU No. 6/ 2014, Pemerintah Kabupaten harus melakukan identifikasi dan inventarisasi kewenangan berdasarkan hak asal usul. Dalam hal identifikasi dan inventarisasi kewenangan lokal skala desa, kecamatan melakukan koordinasi dengan semua desa untuk mendapatkan materi kewenangan lokal skala desa secara empirik. Hasil identifikasi dan inventarisasi tersebut menjadi masukan kepada Pemerintah Kabupaten sebagai dasar pembuatan Peraturan Bupati tentang kewenangan berdasarkan asal-usul dan kewenangan lokal skala desa. Peraturan Bupati kemudian ditindaklanjuti dengan Peraturan Pemerintah Desa sebagai penjabaran yang lebih operasional atas Peraturan Bupati. Dalam hal kewenangan desa berdasarkan penugasan dari pemerintah atasan maka hubungan desa dengan kecamatan adalah koordinasi, instruksi, dan pengawasan. Hal tersebut tidak berlaku dalam konteks kewenangan asli desa. Hubungan pemerintah desa dengan pemerintah provinsi sesuai dengan UU No. 6/ 2014 adalah hubungan subordinat di bawah kabupaten. Provinsi dapat memberi tugas langsung kepada desa atau melalui kabupaten. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, juga menjelaskan tugas kepala desa dalam membantu Camat baik dalam hal pemerintahan dan pelayanan, serta melakukan pemberdayaan masyarakat.

Hubungan kerja antara pemerintah desa dengan pemerintah pusat yaitu Kemendagri dan Kemendes dilakukan melalui perantara Pemerintah Kabupaten melalui BPMPD sebagai pembina kelembagaan desa. Hubungan pemerintah desa dengan Kemendagri dan Kemendes adalah berupa pelaksanaan tugas yang meliputi penyelenggaraan pemerintahan desa, pelaksanaan pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatan desa, dan pemberdayaan masyarakat desa. Bentuk hubungan penugasan tersebut mekanismenya dilakukan melalui BPMPD dan SKPD terkait disertai pembiayaannya. Bentuk konkritnya desa menyusun Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMPDes), Rencana Kerja Pembangunan (RKPDes), dan Rencana Anggaran dan Belanja Desa (RAPBDesa) yang dananya besumber dari ADD Kabupaten. Penyusunan dokumen tersebut lebih banyak disusun oleh BPMPD dengan fasilitasi aparatur kecamatan.

Secara eksplisit fungsi Camat kepada Desa dalam fungsi pembinaan dan pengawasan antara lain:

  • 1. Fasilitasi penyusunan Peraturan Desa dan Peraturan Kepala Desa;

  • 2. Fasilitasi administrasi tata pemerintahan desa;

  • 3. Fasilitasi pengelolaan keuangan desa dan pendayagunaan aset desa;

  • 4. Fasilitasi penerapan dan penegakan peraturan perundang-undangan;

  • 5. Fasilitasi pelaksanaan tugas Kepala Desa dan Perangkat Desa;

  • 6. Fasilitasi pelaksanaan pemilihan Kepala Desa;

  • 7. Fasilitasi pelaksanaan tugas dan fungsi BPD;

  • 8. Rekomendasi pengangkatan dan pemberhentian perangkat desa;

  • 9. Fasilitasi sinkronisasi Perencanaan Pembangunan Daerah dengan Pembangunan Desa;

  • 10. Fasilitasi penetapan lokasi pembangunan kawasan perdesaan;

  • 11. Fasilitasi penyelenggaraan ketenteraman dan ketertiban umum;

  • 12. Fasilitasi pelaksanaan tugas, fungsi, dan kewajiban lembaga kemasyarakatan;

  • 13. Fasilitasi penyusunan perencanaan pembangunan partisipatif;

  • 14. Fasilitasi kerjasama antardesa dan kerjasama desa dengan pihak ketiga;

  • 15. Fasilitasi penataan, pemanfaatan, dan pendayagunaan ruang desa serta penetapan dan penegasan batas desa;

  • 16. Fasilitasi penyusunan program dan pelaksanaan pemberdayaan masyarakat desa;

  • 17. Koordinasi pendampingan desa di wilayahnya;

  • 18. Koordinasi pelaksanaan pembangunan kawasan perdesaan di wilayahnya.

Sedangkan kewenangan Pemerintah Kabupaten/Kota dalam mengatur dan mengurus Desa antara lain:

  • a. Penataan desa, mulai dari penetapan desa dan desa adat, pembentukan, penghapusan, penggabungan, perubahan status, penyesuaian kelurahan;

  • b. Pemerintah Kabupaten/Kota harus mengeluarkan peraturan daerah;

  • c. Penyelenggaraan pemilihan Kepala Desa secara serentak termasuk pembiayaan, struktur organisasi dan tatalaksana pemerintahan desa, pengangkatan dan pemberhentian Kepala Desa, penghasilan tetap pemerintah desa, dan pengisian BPD;

  • d. Alokasi Dana Desa serta bagi hasil pajak dan retribusi daerah;

  • e. Penetapan kawasan perdesaan.

Peraturan Terkait Hubugan Desa dengan Kecamatan dan Kabupaten :

  • 1. PP 47/2015 Jo PP 43/2014 tentang Peraturan Pelaksanaan UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.

  • 2. Permendagri No. 114/2014 tentang Pedoman Pembangunan Desa.

  • 3. Permendesa DTT No. 1/2015 tentang Pedoman Kewenangan Berdasarkan Hak Asal Usul dan Kewenangan Lokal Berskala Desa.

  • 4. Permendesa DTT No. 2/2015 tentang Pedoman Tata Tertib dan Mekanisme Pengambilan Keputusan Musyawarah Desa.

  • 5. PMK No. 247/PMK.07/2015 tentang Tata Cara Pengalokasian, Penyaluran, Penggunaan, Pemantauan, dan Evaluasi Dana Desa dan Dana Desa.

  • 6. Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, Dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2017 tentang Penetapan Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun 2018.

Apa bentuk pembinaan dan pengawasan yang dapat dilakukan Camat kepada Desa?

Secara eksplisit mengatur fungsi pembinaan dan pengawasan Camat kepada desa sebagai berikut:

  • 1. Fasilitasi penyusunan Peraturan Desa dan Peraturan Kepala Desa;

  • 2. Fasilitasi administrasi tata Pemerintahan Desa;

  • 3. Fasilitasi pengelolaan keuangan desa dan pendayagunaan aset desa;

  • 4. Fasilitasi penerapan dan penegakan peraturan perundang-undangan;

  • 5. Fasilitasi pelaksanaan tugas Kepala Desa dan perangkat Desa;

  • 6. Fasilitasi pelaksanaan pemilihan Kepala Desa;

  • 7. Fasilitasi pelaksanaan tugas dan fungsi BPD;

  • 8. Rekomendasi pengangkatan dan pemberhentian perangkat desa;

  • 9. Fasilitasi sinkronisasi Perencanaan

Pembangunan Daerah dengan Pembangunan Desa;

  • 1. Fasilitasi penetapan lokasi pembangunan kawasan perdesaan;

  • 2. Fasilitasi penyelenggaraan ketenteraman dan ketertiban umum;

  • 3. Fasilitasi pelaksanaan tugas, fungsi, dan kewajiban lembaga kemasyarakatan;

  • 4. Fasilitasi penyusunan perencanaan pembangunan partisipatif;

  • 5. Fasilitasi kerjasama antardesa dan kerjasama desa dengan pihak ketiga;

  • 6. Fasilitasi penataan, pemanfaatan, dan pendayagunaan ruang desa serta penetapan dan penegasan batas desa;

  • 7. Fasilitasi penyusunan program dan pelaksanaan pemberdayaan masyarakat desa

  • 8. Koordinasi pendampingan desa di wilayahnya; dan

  • 9. Koordinasi pelaksanaan pembangunan kawasan perdesaan di wilayahnya

Bagaimana batas-batas kewenangan Pemerintah Kabupaten/Kota dalam mengatur dan mengurus Desa?

UU Desa memberi amanat dan kewenangan Pemerintah Kabupaten/Kota sebagai berikut:

  • 1. Penataan Desa, mulai dari penetapan desa dan desa adat, pembentukan, penghapusan, penggabungan, perubahan status, penyesuaian kelurahan;

  • 2. Pemerintah Kabupaten/Kota harus mengeluarkan peraturan daerah;

  • 3. Penyelenggaraan pemilihan Kepala Desa secara serentak termasuk pembiayaan, struktur organisasi dan tatalaksana pemerintahan desa, pengangkatan dan pemberhentian Kepala Desa, penghasilan tetap pemerintah desa, dan pengisian BPD;

  • 4. Alokasi Dana Desa serta bagi hasil pajak dan retribusi daerah;

  • 5. Penetapan kawasan perdesaan.

Hak dan Kewajiban Kepala Desa/Perangkat Desa

Deskripsi Hak, Wewenang dan Kewajiban Kepala Desa

Di dalam Pusat Data Desa Indonesia (PDDI) ini, pemerintah desa adalah kepala desa atau yang disebut dengan nama lain dibantu perangkat desa sebagai unsur penyelenggara pemerintahan desa. Kepala desa adalah pejabat pemerintah desa yang mempunyai wewenang, tugas dan kewajiban untuk menyelenggarakan rumah tangga desanya dan melaksanakan tugas dari pemerintah dan pemerintah daerah.

Kepala desa bertugas menyelenggarakan pemerintahan desa, melaksanakan pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatan desa, dan pemberdayaan masyarakat desa.

Hak Kepala Desa

Dalam melaksanakan tugas, kepala desa berhak:

  • 1. Mengusulkan struktur organisasi dan tata kerja pemerintah desa;

  • 2. Mengajukan rancangan dan menetapkan peraturan desa;

  • 3. Menerima penghasilan tetap/gaji setiap bulan, tunjangan, dan penerimaan lainnya yang sah, serta mendapat jaminan kesehatan;

  • 4. Mendapatkan pelindungan hukum atas kebijakan yang dilaksanakan; dan

  • 5. Memberikan mandat pelaksanaan tugas dan kewajiban lainnya kepada perangkat desa.

Wewenang Kepala Desa

Dalam melaksanakan tugas di atas, kepala desa berwenang:

  • 1. Memimpin penyelenggaraan pemerintahan desa;

  • 2. Mengangkat dan memberhentikan perangkat desa;

  • 3. Memegang kekuasaan pengelolaan keuangan dan aset desa;

  • 4. Menetapkan peraturan desa;

  • 5. Menetapkan anggaran pendapatan dan belanja desa;

  • 6. Membina kehidupan masyarakat desa;

  • 7. Membina ketenteraman dan ketertiban masyarakat desa;

  • 8. Membina dan meningkatkan perekonomian desa serta mengintegrasikannya agar mencapai perekonomian skala produktif untuk sebesar-besarnya kemakmuran masyarakat desa;

  • 9. Mengembangkan sumber pendapatan desa;

  • 10. Mengusulkan dan menerima pelimpahan sebagian kekayaan negara guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa;

  • 11. Mengembangkan kehidupan sosial budaya masyarakat desa;

  • 12. Memanfaatkan teknologi tepat guna;

  • 13. Mengoordinasikan pembangunan desa secara partisipatif;

  • 14. Mewakili desa di dalam dan di luar pengadilan atau menunjuk kuasa hukum untuk mewakilinya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan

  • 15. Melaksanakan wewenang lain yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Kewajiban Kepala Desa

Dalam melaksanakan tugas, Kepala Desa berkewajiban:

  • 1. Memegang teguh dan mengamalkan Pancasila, melaksanakan UUD 1945, serta mempertahankan dan memelihara keutuhan NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika;

  • 2. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa;

  • 3. Memelihara ketenteraman dan ketertiban masyarakat desa;

  • 4. Menaati dan menegakkan peraturan perundang-undangan;

  • 5. Melaksanakan kehidupan demokrasi dan berkeadilan gender;

  • 6. Melaksanakan prinsip tata pemerintahan desa yang akuntabel, transparan, profesional, efektif dan efisien, bersih,serta bebas dari kolusi, korupsi, dan nepotisme;

  • 7. Menjalin kerja sama dan koordinasi dengan seluruh pemangku kepentingan di desa;

  • 8. Menyelenggarakan administrasi pemerintahan desa yang baik;

  • 9. Mengelola keuangan dan aset desa;

  • 10. Melaksanakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan desa;

  • 11. Menyelesaikan perselisihan masyarakat di desa;

  • 12. Mengembangkan perekonomian masyarakat desa;

  • 13. Membina dan melestarikan nilai sosial budaya masyarakat desa;

  • 14. Memberdayakan masyarakat dan lembaga kemasyarakatan di desa;

  • 15. Mengembangkan potensi sumber daya alam dan melestarikan lingkungan hidup; dan

  • 16. Memberikan informasi kepada masyarakat desa.

Dalam melaksanakan tugas, kewenangan, hak, dan kewajiban, Kepala Desa wajib:

  • 1. Menyampaikan laporan penyelenggaraan pemerintahan desa setiap akhir tahun anggaran kepada Bupati/Walikota;

  • 2. Menyampaikan laporan penyelenggaraan pemerintahan desa pada akhir masa jabatan kepada Bupati/Walikota;

  • 3. Memberikan laporan keterangan penyelenggaraan pemerintahan secara tertulis kepada Badan Permusyawaratan Desa setiap akhir tahun anggaran; dan

  • 4. Memberikan dan/ atau menyebarkan informasi penyelenggaraan pemerintahan secara tertulis kepada masyarakat Desa setiap akhir tahun anggaran.

Perangkat Desa

Perangkat Desa terdiri atas:

  • 1. Sekretariat desa;

  • 2. Pelaksana kewilayahan; dan

  • 3. Pelaksana teknis.

Perangkat Desa adalah unsur staf yang membantu Kepala Desa dalam penyusunan kebijakan dan koordinasi yang diwadahi dalam Sekretariat Desa, dan unsur pendukung tugas Kepala Desa dalam pelaksanaan kebijakan yang diwadahi dalam bentuk pelaksana teknis dan unsur kewilayahan. (Pasal 1 ayat 5 Permendagri 83/2015).

Kepala Desa dapat mengangkat unsur staf Perangkat Desa. Unsur staf tersebut untuk membantu Kepala Urusan, Kepala Seksi, dan Kepala Kewilayahan sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan keuangan desa. (Pasal 8 Permendagri 83/2015)

Peraturan terkait Hak dan Kewajiban Kepala Desa/Perangkat Desa:

  • 1. Peraturan Pemerintah Nomor 47 tahun 2015 tentang Peraturan Pelaksanaan UU No. 6 Tahun 2014 tentang desa sebagai pengganti Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014.

  • 2. Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, Dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Pedoman Kewenangan Berdasarkan Hak Asal Usul Dan Kewenangan Lokal Berskala Desa.

  • 3. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 113 tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Desa.

Apa dan bagaimana kedudukan Kepala Desa menurut UU Desa?

  • Berdasarkan UU No. 6 tahun 2014 Pasal 26, Kepala Desa adalah bertugas menyelenggarakan pemerintahan desa, melaksanakan pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatan desa, dan pemberdayaan masyarakat desa.

  • Penjelasan UU Desa menyatakan Kepala Desa/Desa Adat berkedudukan sebagai kepala Pemerintah Desa/Desa Adat dan sebagai pemimpin masyarakat. Kepala desa adalah pemimpin masyarakat. Artinya kepala desa memperoleh mandat dari rakyat, yang harus mengakar dekat dengan masyarakat, sekaligus melindungi, mengayomi dan melayani warga masyarakat.

Hak dan Kewajiban Kepala Desa

Berdasarkan UU No. 6 tahun 2014 Pasal 26 ayat 2, 3 dan 4, wewenang, hak dan kewajiban kepala desa telah diatur secara jelas dan terperinci.

Apakah Kepala Desa itu bawahan Bupati?

Kepala Desa berbeda dengan camat maupun lurah. UU Desa mengkonstruksikan pemerintahan desa sebagai gabungan fungsi masyarakat berpemerintahan (self governing community) dengan pemerintahan lokal (local self government). Dalam rangka self governing community, kepala desa sebagai pemimpin masyarakat bukan bawahan bupati. Posisi bupati adalah pembinaan dan pengawasan tetapi tidak memerintah. Sedangkan dalam rangka local self government, kepala desa merupakan kepala pemerintahan organisasi pemerintahan paling kecil dan paling bawah dalam pemerintahan NKRI.

Bagaimana laporan kinerja Kepala Desa?

Kepala Desa memberikan laporan pertanggungjawaban kepada Bupati dalam rangka pengendalian dan pengawasan, dan memberikan keterangan kepada BPD yang memiliki hak untuk meminta keterangan tentang penyelanggaraan pemerintahan desa, serta menyampaikan informasi kepada masyarakat.

Bagaimana proses pertanggungjawaban dokumen pelaksanaan pembangunan dan keuangan desa?

Kepala desa memiliki kewajiban untuk menyampaikan laporan pelaksanaan pembangunan dan keuangan desa. Laporan tersebut bersifat periodik semesteran dan tahunan, yang disampaikan ke Bupati/Walikota dan menyampaikan ke BPD. Rincian laporan sebagai berikut:

Laporan kepada Bupati/Walikota (melalui camat):

  • (1) Laporan kepada Bupati/Walikota (melalui camat):

  • (2) Laporan Pertanggungjawaban Realisasi Pelaksanaan APB Desa kepada Bupati/Walikota setiap akhir tahun anggaran;

  • (3) Laporan Realisasi Penggunaan Dana Desa. Laporan pertanggung jawaban pelaksanaan pembangunan dan keuangan Desa ditetapkan dengan Peraturan Desa selanjutnya laporan tersebut diinformasikan kepada masyarakat secara tertulis dan dengan media informasi yang mudah diakses oleh masyarakat.

Hak dan Kewajiban Masyarakat Desa

Deskripsi Hak dan Kewajiban Masyarakat Desa

Di dalam Pusat Data Desa Indonesia (PDDI) ini, pembangunan desa bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa dan kualitas hidup manusia serta penanggulangan kemiskinan melalui penyediaan pemenuhan kebutuhan dasar, pembangunan sarana dan prasarana, pengembangan potensi ekonomi lokal, serta pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan secara berkelanjutan. Perencanaan pembangunan desa diselenggarakan dengan mengikutsertakan masyarakat desa melalui musyawarah perencanaan pembangunan desa. Musyawarah perencanaan pembangunan desa menetapkan prioritas, program, kegiatan, dan kebutuhan pembangunan desa yang didanai oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa, swadaya masyarakat desa, dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten/Kota berdasarkan penilaian terhadap kebutuhan masyarakat desa.

Pembangunan desa dilaksanakan oleh pemerintah desa dan masyarakat desa dengan semangat gotong royong serta memanfaatkan kearifan lokal dan sumber daya alam desa. Pelaksanaan program sektor yang masuk ke desa diinformasikan kepada pemerintah desa dan diintegrasikan dengan rencana pembangunan desa. Masyarakat desa berhak mendapatkan informasi dan melakukan pemantauan mengenai rencana dan pelaksanaan pembangunan desa. Hal tersebut selaras dengan asas keterbukaan dan proporsionalitas, yaitu:

  • Keterbukaan adalah asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang penyelenggaraan pemerintahan desa dengan tetap memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan.

  • Proporsionalitas adalah asas yang mengutamakan keseimbangan antara hak dan kewajiban penyelenggaraan pemerintahan desa.

Hak dan kewajiban masyarakat desa sangat terkait erat dengan hak dan kewajiban desa. Kedua hal ini secara khusus diatur dalam UU Desa No.6/2014 pada BAB VI, tentang Hak dan Kewajiban Desa dan Masyarakat Desa.

Hak dan Kewajiban Desa

Dalam Pasal 67 ayat 1, dinyatakan bahwa desa mempunyai hak untuk:

  • Mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat berdasarkan hak asal usul, adat istiadat, dan nilai sosial budaya masyarakat desa;

  • Menetapkan dan mengelola kelembagaan desa; dan

  • Mendapatkan sumber pendapatan.

Pada pasal 2, tercantum kewajiban desa yaitu:

  • Melindungi dan menjaga persatuan, kesatuan, serta kerukunan masyarakat desa dalam rangka kerukunan nasional dan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia;

  • Meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat desa;

  • Mengembangkan kehidupan demokrasi;

  • Mengembangkan pemberdayaan masyarakat desa; dan

  • Memberikan dan meningkatkan pelayanan kepada masyarakat desa.

Untuk memastikan agar masyarakat desa dapat mendorong pemerintah desa memenuhi kewajibannya dan juga memperoleh haknya, maka sangatlah penting untuk masyarakat desa memahami hal-hal tersebut. Dan sebaliknya, masyarakat desa juga harus memahami apa yang menjadi hak dan kewajibannya.

Hak dan Kewajiban Masyarakat Desa

Hak masyarakat desa dijabarkan pada Pasal 68 ayat 1, yaitu:

  • Meminta dan mendapatkan informasi dari pemerintah desa serta mengawasi kegiatan penyelenggaraan pemerintahan desa, pelaksanaan pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatan desa, dan pemberdayaan masyarakat desa;

  • Memperoleh pelayanan yang sama dan adil;

  • Menyampaikan aspirasi, saran, dan pendapat lisan atau tertulis secara bertanggung jawab tentang kegiatan penyelenggaraan pemerintahan desa, pelaksanaan pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatan desa, dan pemberdayaan masyarakat desa;

  • Memilih, dipilih, dan/atau ditetapkan menjadi: 1. Kepala desa; 2. Perangkat desa; 3. Anggota Badan Permusyawaratan Desa; atau 4. Anggota Lembaga Kemasyarakatan Desa.

  • Mendapatkan pengayoman dan perlindungan dari gangguan ketenteraman dan ketertiban di Desa.

Sementara itu rincian kewajiban masyarakat desa yang dijabarkan pada ayat 2 meliputi:

  • Membangun diri dan memelihara lingkungan desa;

  • Mendorong terciptanya kegiatan penyelenggaraan pemerintahan desa, pelaksanaan pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatan desa, dan pemberdayaan masyarakat desa yang baik;

  • Mendorong terciptanya situasi yang aman, nyaman, dan tenteram di desa;

  • Memelihara dan mengembangkan nilai permusyawaratan, permufakatan, kekeluargaan, dan kegotongroyongan di desa; dan

  • Berpartisipasi dalam berbagai kegiatan di desa.

Dalam UU Desa ini, Pemberdayaan masyarakat desa merupakah salah satu komponen utama dalam pembangunan desa. Dalam hal ini, pemberdayaan masyarakat desa diartikan sebagai upaya mengembangkan kemandirian dan kesejahteraan masyarakat dengan meningkatkan pengetahuan, sikap, keterampilan, perilaku, kemampuan, kesadaran, serta memanfaatkan sumber daya melalui penetapan kebijakan, program, kegiatan, dan pendampingan yang sesuai dengan esensi masalah dan prioritas kebutuhan masyarakat desa.

Hal tersebut selaras dengan semangat pengaturan desa dalam UU ini, yang diantaranya bertujuan untuk:

  • Melestarikan dan memajukan adat, tradisi, dan budaya masyarakat desa;

  • Mendorong prakarsa, gerakan, dan partisipasi masyarakat desa untuk pengembangan potensi dan aset desa guna kesejahteraan bersama;

  • Memperkuat masyarakat desa sebagai subjek pembangunan.

Untuk mewadahi peran aktif masyarakat, warga desa dapat menyalurkannya antara lain melalui: keterlibatan aktif di Badan Permusyawaratan Desa (BPD), Lembaga Kemasyarakatan Desa atau Lembaga Adat Desa dengan penjelasan sebagai berikut:

Badan Permusyawaratan Desa (BPD)

Badan Permusyawaratan Desa atau yang disebut dengan nama lain adalah lembaga yang melakukan fungsi pemerintahan yang anggotanya merupakan wakil dari penduduk desa berdasarkan keterwakilan wilayah dan ditetapkan secara demokratis. Badan Permusyawaratan Desa merupakan badan permusyawaratan di tingkat desa yang turut membahas dan menyepakati berbagai kebijakan dalam penyelenggaraan pemerintahan desa. Dalam upaya meningkatkan kinerja kelembagaan di tingkat Ddsa, memperkuat kebersamaan, serta meningkatkan partisipasi dan pemberdayaan masyarakat, Pemerintah Desa dan/atau Badan Permusyawaratan Desa memfasilitasi penyelenggaraan musyawarah desa.

Dalam Pasal 55 tentang Badan Permusyawaratan Desa, tercantum fungsi-fungsi BPD yaitu:

  • Membahas dan menyepakati Rancangan Peraturan Desa bersama Kepala Desa;

  • Menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat desa; dan

  • Melakukan pengawasan kinerja Kepala Desa.

Secara rinci, pada Pasal 56 dijelaskan bahwa:

  • Anggota Badan Permusyawaratan Desa merupakan wakil dari penduduk desa berdasarkan keterwakilan wilayah yang pengisiannya dilakukan secara demokratis.

  • Masa keanggotaan Badan Permusyawaratan Desa selama 6 (enam) tahun terhitung sejak tanggal pengucapan sumpah/janji.

  • Anggota Badan Permusyawaratan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dipilih untuk masa keanggotaan paling banyak 3 (tiga) kali secara berturut-turut atau tidak secara berturut-turut.

Lembaga Kemasyarakatan Desa

Dalam bagian penjelasan UU Desa, dijabarkan bahwa: di desa dibentuk lembaga kemasyarakatan desa, seperti rukun tetangga, rukun warga, pembinaan kesejahteraan keluarga, karang taruna, dan lembaga pemberdayaan masyarakat atau yang disebut dengan nama lain. Lembaga kemasyarakatan desa bertugas membantu pemerintah desa dan merupakan mitra dalam memberdayakan masyarakat desa. Lembaga kemasyarakatan desa berfungsi sebagai wadah partisipasi masyarakat desa dalam pembangunan, pemerintahan, kemasyarakatan, dan pemberdayaan yang mengarah terwujudnya demokratisasi dan transparansi di tingkat masyarakat serta menciptakan akses agar masyarakat lebih berperan aktif dalam kegiatan pembangunan.

Dalam Pasal 94, tentang Lembaga Kemasyarakatan Desa diatur bahwa:

  • Desa mendayagunakan lembaga kemasyarakatan desa yang ada dalam membantu pelaksanaan fungsi penyelenggaraan pemerintahan desa, pelaksanaan pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatan desa, dan pemberdayaan masyarakat desa.

  • Lembaga kemasyarakatan desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan wadah partisipasi masyarakat desa sebagai mitra pemerintah desa.

  • Lembaga kemasyarakatan desa bertugas melakukan pemberdayaan masyarakat desa, ikut serta merencanakan dan melaksanakan pembangunan, serta meningkatkan pelayanan masyarakat desa.

  • Pelaksanaan program dan kegiatan yang bersumber dari Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, dan lembaga non-pemerintah wajib memberdayakan dan mendayagunakan lembaga kemasyarakatan yang sudah ada di desa.

Lembaga Adat Desa

Kesatuan masyarakat hukum adat yang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan pusat kehidupan masyarakat yang bersifat mandiri. Dalam kesatuan masyarakat hukum adat tersebut dikenal adanya lembaga adat yang telah tumbuh dan berkembang di dalam kehidupan masyarakatnya. Dalam eksistensinya, masyarakat hukum adat memiliki wilayah hukum adat dan hak atas harta kekayaan di dalam wilayah hukum adat tersebut serta berhak dan berwenang untuk mengatur, mengurus, dan menyelesaikan berbagai permasalahan kehidupan masyarakat Desa berkaitan dengan adat istiadat dan hukum adat yang berlaku. Lembaga adat desa merupakan mitra pemerintah desa dan lembaga desa lainnya dalam memberdayakan masyarakat desa.

Dalam Pasal 95 tentang Lembaga Adat Desa dijelaskan bahwa:

  • Pemerintah desa dan masyarakat desa dapat membentuk lembaga adat desa.

  • Lembaga adat desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan lembaga yang menyelenggarakan fungsi adat istiadat dan menjadi bagian dari susunan asli desa yang tumbuh dan berkembang atas prakarsa masyarakat desa.

  • Lembaga adat desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertugas membantu pemerintah desa dan sebagai mitra dalam memberdayakan, melestarikan, dan mengembangkan adat istiadat sebagai wujud pengakuan terhadap adat istiadat masyarakat desa.

Peraturan Terkait Hak dan Kewajiban Masyarakat Desa:

  • 1. Undang-undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa.

  • 2. Permendesa Nomor 1 tahun 2015 Tentang Pedoman Kewenangan Berdasarkan Hak Asal Usul Dan Kewenangan Lokal Berskala Desa.

  • 3. Permendesa Nomor 2 tahun 2015 Tentang Pedoman Tata Tertib Dan Mekanisme Pengambilan Keputusan Musyawarah Desa.

Apa saja Hak dan Kewajiban Masyarakat Desa?

Berdasarkan UU No. 6 tahun 2014 pasal 68 ayat 1 dan 2

Hak Masyarakat desa:

  • a. Meminta dan mendapatkan informasi dari pemerintah desa serta mengawasi kegiatan penyelenggaraan pemerintahan desa, pelaksanaan pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatan desa, dan pemberdayaan masyarakat desa;

  • b. Memperoleh pelayanan yang sama dan adil;

  • c. Menyampaikan aspirasi, saran, dan pendapat lisan atau tertulis secara bertanggung jawab tentang kegiatan penyelenggaraan pemerintahan desa, pelaksanaan pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatan desa, dan pemberdayaan masyarakat desa;

  • d. Memilih, dipilih, dan/atau ditetapkan menjadi: 1. Kepala desa; 2. Perangkat desa; 3. Anggota Badan Permusyawaratan Desa; atau 4. Anggota Lembaga Kemasyarakatan Desa.

  • e. Mendapatkan pengayoman dan perlindungan dari gangguan ketenteraman dan ketertiban di desa.

Sedangkan kewajiban masyarakat desa adalah :

  • a. Membangun diri dan memelihara lingkungan desa;

  • b. Mendorong terciptanya kegiatan penyelenggaraan pemerintahan desa, pelaksanaan pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatan desa, dan pemberdayaan masyarakat desa yang baik;

  • c. Mendorong terciptanya situasi yang aman, nyaman, dan tenteram di desa;

  • d. Memelihara dan mengembangkan nilai permusyawaratan, permufakatan, kekeluargaan, dan kegotongroyongan di desa; dan

  • e. Berpartisipasi dalam berbagai kegiatan di desa.

Di mana letak partisipasi masyarakat untuk evaluasi pelaksanaan pembangunan dan keuangan desa?

Evaluasi oleh warga desa dapat dilakukan melalui musyawarah desa. Proses evaluasi kegiatan sebelum musaywarah desa dilaksanakan dapat dilakukan melalui pertemuan kampung, pertemuan kelompok, pertemuan RT/RW, kunjungan lapangan, studi banding ke desa lain dengan mempelajari dokumen proses (mulai dari dokumen perencanaan awal penggunaan hasil musyawarah pemerintah desa, BPD serta masyarakat desa serta dokumen mengenai kebijakan terkait).

Apa saja hak-hak masyarakat desa yang harus terpenuhi dalam rencana anggaran pembangunan desa?

  • 1. Hak politik yakni hak warga masyarakat untuk terlibat dalam proses anggaran dimulai dari proses perencanaan, pengesahan, implementasi dan audit

  • 2. Hak informatif yakni hak warga masyarakat untuk mengakses dan mengetahui dokumen publik (data dan informasi) tentang penyelenggaraan pemerintah termasuk didalamnya data dan informasi tentang anggaran;

  • 3. Hak alokatif yakni hak warga masyarakat (sektoral atau teritorial) untuk mendapatkan alokasi dana dari anggaran.

Apa saja hak masyarakat dalam musyawarah desa?

Hak masyarakat dalam penyelenggaraan musyawarah desa, meliputi:

  • 1. Mendapatkan informasi secara lengkap dan benar perihal hal-hal bersifat strategis yang akan dibahas dalam musyawarah desa;

  • 2. Mengawasi kegiatan penyelenggaraan musyawarah desa maupun tindaklanjut hasil keputusan musyawarah desa;

  • 3. Mendapatkan perlakuan sama dan adil bagi unsur masyarakat yang hadir sebagai peserta musyawarah desa;

  • 4. Mendapatkan kesempatan secara sama dan adil dalam menyampaikan aspirasi, saran, dan pendapat lisan atau tertulis secara bertanggung jawab perihal hal-hal yang bersifat strategis selama berlangsungnya musyawarah desa;

  • 5. Menerima pengayoman dan perlindungan dari gangguan, ancaman dan tekanan selama berlangsungnya musyawarah desa.

Musyawarah Desa

Deskripisi Tata Cara Musyawarah Desa

Di dalam Pusat Data Desa Indonesia (PDDI) ini, jika kita telaah lebih jauh UU Desa pada ketentuan umum mendefinisikan “Musyawarah Desa” atau “yang disebut dengan nama lain” adalah musyawarah antara Badan Permusyawaratan Desa, Pemerintah Desa, dan unsur masyarakat yang diselenggarakan oleh Badan Permusyawaratan Desa untuk menyepakati hal yang bersifat strategis.

Pembangunan desa yang didokumentasikan dalam dokumen RPJM Desa, RKP Desa dan APB Desa, dan ditetapkan melalui Peraturan Desa, sebagai contoh, adalah merupakan produk terpenting musyawarah desa.

Lebih lanjut didalam UU Desa dalam Bagian Keenam tentang Musyawarah Desa, Pasal 54 menyatakan:

  • 1. Musyawarah desa merupakan forum permusyawaratan yang diikuti oleh Badan Permusyawaratan Desa, pemerintah desa, dan unsur masyarakat desa untuk memusyawarahkan hal yang bersifat strategis dalam penyelenggaraan pemerintahan desa.

  • 2. Hal yang bersifat strategis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

    • i. Penataan desa;

    • ii. Perencanaan desa;

    • iii. Kerja sama desa;

    • iv. Rencana investasi yang masuk ke desa;

    • v. Pembentukan BUM desa;

    • vi. Penambahan dan pelepasan aset desa; dan

    • vii. Kejadian luar biasa.

  • 3. Musyawarah desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan paling kurang sekali dalam 1 (satu) tahun.

  • 4. Musyawarah desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibiayai dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa.

Kementerian Desa, PDT dan Transmigrasi telah menerbitkan Peraturan Menteri Nomor 2 Tahun 2015 tentang Pedoman Tata Tertib dan Mekanisme Pengambilan Keputusan Musyawarah Desa. Secara ringkas isi pokok dan hal-hal penting yang perlu digaris-bawahi dari Pedoman Tata Tertib dan Mekanisme Pengambilan Keputusan Musyawarah Desa sebagai berikut:

  • 1. Musyawarah desa diselenggarakan secara partisipatif, demokratis, transparan dan akuntabel dengan berdasarkan kepada hak dan kewajiban masyarakat.

  • 2. Musyawarah desa didampingi oleh pemerintah daerah kabupaten/kota yang secara teknis dilaksanakan oleh satuan kerja perangkat daerah kabupaten/kota, tenaga pendamping profesional, kader pemberdayaan masyarakat desa, dan/atau pihak ketiga. Pendampingan ini bertujuan menjamin terwujudnya norma-norma UU Desa melalui musyawarah desa.

  • 3. Musyawarah desa diselenggarakan dengan tata tertib, dengan memmperhatikan aspek keterwakilan peserta (BPD, Pemerintah Desa, dan unsur masyarakat), mekanisme dan prosedur bermusyawarah, serta kualitas hasil pengambilan.

  • 4. Tahapan Musyawarah Desa (disingkat Musdes) dilakukan sebagai berikut:

    Tahap Persiapan Musdes, meliputi perencanaan kegiatan musyawarah desa baik yang Musdes terencana/terjadwal maupun Musdes yang mendadak/sewaktu-waktu.

    Tahap Persiapan meliputi:

    • 1. Kegiatan Penyusunan Bahan Pembahasan Musyawarah Desa. Sub-kegiatan ini termasuk dalam tahap persiapan, termasuk dalam kegiatan sub-tahap ini adalah BPD melakukan pemetaan aspirasi dan kebutuhan masyarakat. Pada sub tahap ini, pemerintah desa memfasilitasi penyusunan bahan, dan untuk meningkatkan kualitas bahan dapat membentuk tim dan berkonsultasi dengan pakar atau tenaga ahli dan/atau pemerintah daerah.

    • 2. Kegiatan pembentukan dan penetapan panitia oleh BPD dengan surat keputusan BPD

    • 3. Penyiapan jadwal kegiatan, tempat dan sarana/prasarana oleh panitia dan penyiapan dana oleh pemerintah desa baik mengenai pembiayaan rutin maupun jika terjadi pembiayaan tak terduga dan mekanisme pembiayaan ini melekat pada biaya operasional BPD untuk penyelenggaraan Musdes.

    • 4. Kegiatan penyiapan susunan acara dan media pembahasan.

    • 5. Kegiatan pengundangan peserta, undangan, dan pendamping.

    Hal terpenting perlu digarisbawahi adalah bahwa Musdes terbuka untuk umum dan tidak bersifat rahasia, setiap warga desa berhak untuk hadir sebagai peserta musyawarah desa. Oleh karena itu setiap warga yang berkehendak hadir diwajibkan mendaftar agar memiliki hak suara dalam pengambilan keputusan Musdes.

    Tahap Penyeleggaraan Musdes meliputi:

    • 1. Penyelenggaraan tugas dan peran dalam Musdes meliputi pimpinan, sekretaris dan pemandu acara musyawarah desa.

    • 2. Kegiatan pendaftaraan peserta Musdes dilakukan dengan menandatangani daftar hadir. Pembukaan Musdes dapat dilakukan setelah 2/3 peserta hadir.

    • 3. Kegiatan penjelasan susunan acara, dan persetujuan susunan acara oleh peserta musyawarah desa.

    • 4. Catatan: penundaan kegiatan dapat dilakukan oleh pimpinan Musdes jika hal-hal sebagaimana dimaksud terjadi.

    • 5. Kegiatan penjelasan materi pembicaraan dan selanjutnya diikuti acara inti yaitu pelaksanaan Musdes.

    Hal yang perlu diperhatikan dalam penyelenggaraan musyawarah adalah:

    • 1. Musyawarah desa merupakan wadah tertinggi pengambilan keputusan arah dan jalan kehidupan berdesa.

    • 2. Masyarakat desa melalui unsur masyarakat atau kelompok-kelompok kepentingan merupakan salah satu manifestasi kekuatan prakarsa dan partisipasi warga.

    • 3. Hak berpendapat dan bersuara individual warga desa tidak pernah hilang dalam prosesi musyawarah desa.

    • 4. Prosedur dan tata cara bermusyawarah yang difasilitasi pemerintah desa dan dipimpin BPD, desa tidak mengurangi arti penting masyarakat desa sebagai pemegang kedaulatan desa senyatanya.

    • 5. Musyawarah desa atau sebutan lain adalah bukti demokratisasi asli desa yang tetap harus dijaga dan dilestarikan menuju desa sejahtera dan bermartabat.

Peraturan terkait Tata Cara Musyawarah Desa:

  • 1. Undang-Undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa.

  • 2. Peraturan Menteri Desa Nomor 2 Tahun 2015 tentang Pedoman Tata Tertib dan Mekanisme Pengambilan Keputusan Musyawarah Desa.

  • 3. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 110 tentang Badan Permusyawaratan Desa.

Apa Musyawarah Desa itu?

Berdasarkan UU No. 6 Tahun 2014 pasal 54, musyawarah desa atau yang disebut dengan nama lain adalah musyawarah antara BPD, pemerintah desa, dan unsur masyarakat yang diselenggarakan oleh Badan Permusyawaratan Desa untuk menyepakati hal yang bersifat strategis dalam penyelengaraan pemerintahan desa Hal yang bersifat strategis sebagaimana dimaksud meliputi: a. Penataan desa; b. Perencanaan desa; c. Kerja sama desa; d. Rencana investasi yang masuk ke desa; e. Pembentukan BUM Desa; f. Penambahan dan pelepasan Aset Desa; dan g. Kejadian luar biasa.

Apa kedudukan dan fungsi Musyawarah Desa?

Musyawarah Desa merupakan forum permusyawaratan yang diikuti oleh Badan Permusyawaratan Desa, Pemerintah Desa, dan unsur masyarakat Desa untuk memusyawarahkan hal yang bersifat strategis dalam penyelenggaraan Pemerintahan Desa.

Siapa saja para pihak yang terlibat dalam Musyawarah Desa?

Para pihak yang terlibat dalam Musyawarah Desa adalah pemerintah desa, Badan Permusyawaratan Desa dan unsur masyarakat.

Apa saja hak masyarakat dalam Musyawarah Desa?

Hak masyarakat dalam penyelenggaraan Musyawarah Desa meliputi:

  • 1. Mendapatkan informasi secara lengkap dan benar perihal hal-hal bersifat strategis yang akan dibahas dalam Musyawarah Desa;

  • 2. Mengawasi kegiatan penyelenggaraan Musyawarah Desa maupun tindaklanjut hasil keputusan Musyawarah Desa;

  • 3. Mendapatkan perlakuan sama dan adil bagi unsur masyarakat yang hadir sebagai peserta Musyawarah Desa;

  • 4. Mendapatkan kesempatan secara sama dan adil dalam menyampaikan aspirasi, saran, dan pendapat lisan atau tertulis secara bertanggung jawab perihal hal-hal yang bersifat strategis selama berlangsungnya Musyawarah Desa;

  • 5. Menerima pengayoman dan perlindungan dari gangguan, ancaman dan tekanan selama berlangsungnya Musyawarah Desa.

Berapa kali Musyawarah Desa diselenggarakan?

Musyawarah Desa diselenggarakan paling sedikit 1 (satu) tahun sekali. Dalam hal tertentu, Musyawarah Desa bisa dilakukan berdasarkan kebutuhan desa, misalnya 6 (enam) bulan sekali.

Apa prinsip yang harus dijunjung dalam Musyawarah Desa?

Musyawarah Desa diselenggarakan secara partisipatif, demokratis, transparan dan akuntabel dengan berdasarkan kepada hak dan kewajiban masyarakat.

Apakah hasil dari Musyawarah Desa itu? Kemudian hasilnya dituangkan ke dalam bentuk apa saja?

Kesepakatan Musyawarah Desa adalah suatu hasil keputusan dari Musyawarah Desa dalam bentuk kesepakatan yang dituangkan dalam Berita Acara kesepakatan Musyawarah Desa yang ditandatangani oleh Ketua Badan Permusyawaratan Desa dan Kepala Desa.

Langkah apa saja yang harus dilalui dalam Penetapan APB Desa?

Menurut Permendesa PDTT No. 2/2015 tentang Pedoman Tata Tertib Dan Mekanisme Pengambilan Keputusan Musyawarah Desa Pasal 69, langkah penetapan APB Desa sebagai berikut: (1) Badan Permusyawaratan Desa menyelenggarakan Musyawarah Desa yang diselenggarakan dalam rangka penyusunan rancangan APB Desa berdasarkan RKP Desa; (2) Dalam rangka penyelenggaraan Musyawarah Desa, Badan Permusyawaratan Desa harus mengundang masyarakat dusun dan/atau kelompok masyarakat yang mengajukan usulan rencana kegiatan pembangunan Desa; dan (3) Badan Permusyawaratan Desa menyebarluaskan informasi tentang hasil kesepakatan Musyawarah Desa.

Bagaimana mekanisme pengambilan keputusan dalam Musyawarah Desa?

Mekanisme pengambilan keputusan dalam Musyawarah Desa terdapat dua cara, yakni: (1) musyawarah untuk mufakat, dan jika poin pertama tidak terpenuhi, maka (2) keputusan diambil berdasarkan suara terbanyak (Permendesa No 2 Tahun 2015 Pasal 45).

Bolehkah pihak luar desa meninjau Musyawarah Desa?

Pihak luar boleh meninjau Musyawarah Desa, namun tidak memiliki Hak Suara. Pihak luar seperti dimaksud misalnya adalah tamu undangan dan juga wartawan. Dalam Permendesa No 2/ 2015 Pasal 39 disebutkan bahwa: (1) Peninjau dan wartawan adalah mereka yang hadir dalam Musyawarah Desa tanpa undangan ketua Badan Permusyawaratan Desa; (2) Peninjau dan wartawan tidak mempunyai hak suara, hak bicara, dan tidak boleh menyatakan sesuatu, baik dengan perkataan maupun perbuatan; (3) Peninjau dan wartawan mendaftarkan kehadiran dalam Musyawarah Desa melalui panitia Musyawarah Desa; (4) Peninjau dan wartawan membawa bukti pendaftaran kehadiran dalam Musyawarah Desa; dan (5) Peninjau menempati tempat yang sama dengan undangan; (6) Wartawan menempati tempat yang disediakan; dan (7) Peninjau dan wartawan harus menaati tata tertib Musyawarah Desa.

Pembangunan Desa

Deskripsi Pembangunan Desa

Di dalam Pusat Data Desa Indonesia (PDDI) ini, Undang-Undang Desa Nomor 6 tahun 2014 pada dasarnya menggunakan 2 (dua) pendekatan dalam pembangunan desa, yaitu ‘desa membangun’ dan ‘membangun desa’ yang diintegrasikan dalam perencanaan pembangunan desa. Ini berarti pembangunan desa merupakan konsolidasi dari program/kegiatan di desa, penguatan kelembagaan desa, perencanaan dan keuangan desa sekaligus sebagai penguatan mekanisme representasi dan akuntabilitas di tingkat lokal.

Desa membangun menjadikan desa sebagai subyek utama pembangunan. Desa membangun fokus pada upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa dan kualitas hidup manusia serta penanggulangan kemiskinan melalui penyediaan pemenuhan kebutuhan dasar, pembangunan sarana dan prasarana, pengembangan potensi ekonomi lokal, serta pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan secara berkelanjutan. Desa membangun mengedepankan kebersamaan, kekeluargaan, dan kegotongroyongan guna mewujudkan pengarusutamaan perdamaian dan keadilan sosial.

UU Desa telah memberi dasar yang cukup lengkap mengenai siklus desa membangun yang mecakup perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi, pelaporan dan pemanfaatan hasil pembangunan sebagaimana dapat dilihat dalam gambar berikut:

Siklus Desa Membangun

Perencanaan Pembangunan

Desa menyusun perencanaan pembangunan sesuai dengan kewenangannya dengan mengacu pada perencanaan pembangunan kabupaten/kota. Dokumen rencana pembangunan desa merupakan satu-satunya dokumen perencanaan di desa dan sebagai dasar penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa. Dasar utama program dan kegiatan di desa adalah Musyawarah Desa dan Musyawarah Perencanaan Pembangunan Desa yang menetapkan prioritas program dan kegiatan pembangunan berdasarkan atas penilaian atas kebutuhan masyarakat desa.

Pelaksanaan Pembangunan

Pelaksanaan pembangunan desa dilaksanakan oleh pemerintah desa dengan melibatkan seluruh potensi masyarakat desa. Dalam melaksanakan pembangunan desa, pemerintah desa membentuk lembaga kemasyarakatan dan/atau panitia pelaksana kegiatan pembangunan yang dapat melaksanakan pembangunan secara swakelola dengan melibatkan seluruh potensi masyarakat desa. Pelaksanaan program-program K/L yang masuk ke desa harus diinformasikan kepada pemerintah desa untuk selanjutnya diintegrasikan dalam pelaksanaan pembangunan desa.

Pemantauan dan Pengawasan Pembangunan

Masyarakat desa berhak mendapatkan informasi mengenai rencana dan pelaksanaan pembangunan desa. Masyarakat desa berhak melakukan pemantauan terhadap pelaksanaan pembangunan desa. Masyarakat desa melaporkan hasil pemantauan dan berbagai keluhan terhadap pelaksanaan pembangunan kepada pemerintah desa dan BPD.

Pelaporan hasil Pembangunan

Pelaksanaan pembangunan dilaporkan kepada kepala desa dan BPD yang selanjutnya akan dilaporkan dan dibahas dalam musyawarah Desa. Masyarakat desa terlibat dalam musyawarah desa untuk menanggapi laporan palaksanaan pembangunan.

Untuk dapat mandiri dan sejahtera, desa tidak boleh diisolasi. Desa-desa dalam satu kawasan perlu mengembangkan pendekatan pembangunan kawasan perdesaan. Undang-Undang Desa menegaskan bahwa pembangunan kawasan perdesaan merupakan perpaduan pembangunan antardesa dalam satu kabupaten/kota sebagai upaya mempercepat dan meningkatkan kualitas pelayanan, pembangunan, dan pemberdayaan masyarakat desa di kawasan perdesaan melalui pendekatan pembangunan partisipatif. Oleh karena itu, rancangan pembangunan kawasan perdesaan dibahas bersama oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, dan Pemerintah Desa. Pembangunan kawasan perdesaan meliputi:

  • 1. Penggunaan dan pemanfaatan wilayah desa dalam rangka penetapan kawasan pembangunan sesuai dengan tata ruang kabupaten/kota;

  • 2. Pelayanan yang dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat perdesaan;

  • 3. Pembangunan infrastruktur, peningkatan ekonomi perdesaan, dan pengembangan teknologi tepat guna; dan

  • 4. Pemberdayaan masyarakat desa untuk meningkatkan akses terhadap pelayanan dan kegiatan ekonomi.

Sesuai dengan kewenangannya, rencana pembangunan kawasan perdesaan ditetapkan oleh Bupati/Walikota. Tetapi perencanaan dan pelaksanaan pembangunan kawasan yang terkait dengan pemanfaatan aset desa dan tata ruang desa wajib melibatkan Pemerintah Desa. Perencanaan, pelaksanaan, pemanfaatan, dan pendayagunaan aset desa untuk pembangunan kawasan perdesaan juga harus merujuk pada hasil Musyawarah Desa. Pembangunan kawasan perdesaan dilaksanakan melalui satuan kerja perangkat daerah, Pemerintah Desa, dan/atau BUM Desa dengan mengikutsertakan masyarakat desa. Sedangkan pembangunan kawasan perdesaan yang berskala lokal desa wajib diserahkan pelaksanaannya kepada desa dan/atau kerja sama antardesa.

Peraturan Terkait Pembangunan Desa :

  • 1. Permendagri No. 114/2014 Tentang Pedoman Pembangunan Desa.

  • 2. Permendesa DTT No. 1/2015 Tentang Pedoman Kewenangan Berdasarkan Hak Asal Usul dan Kewenangan Lokal Berskala Desa.

  • 3. Permendesa DTT No. 2/2015 Tentang Pedoman Tata Tertib dan Mekanisme Pengambilan Keputusan Musyawarah Desa.

  • 4. Permendesa DTT No. 4/2015 Tentang Pendirian, Pengurusan, dan Pengelolaan, dan Pembubaran Badan Usaha Milik Desa.

  • 5. Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, Dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2017 Tentang Penetapan Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun 2018.

Tujuan Pembangunan Desa

Berdasarkan pasal 78 UU No. 6 Tahun 2014, pembangunan desa bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa dan kualitas hidup manusia serta penanggulangan kemiskinan melalui pemenuhan kebutuhan dasar, pembangunan sarana dan prasarana desa, pengembangan potensi ekonomi lokal, serta pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan secara berkelanjutan.

Apa yang dimaksud dengan tahap-tahap dalam pembangunan desa?

Tahapan pembangunan desa merupakan rangkaian proses pembangunan yang dilakukan secara terencana dan menyentuh kebutuhan riil masyarakat dalam rangka meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat. Tahapan pembangunan Desa:

  • 1. Tahap Perencananaan: Pemerintah Desa menyusun perencanaan pembangunan desa sesuai dengan kewenangannya dengan melakukan identifikasi kebutuhan pembangunan, penentuan skala prioritas, penyusunan rencana yang mengacu pada perencanaan pembangunan kabupaten/kota. Output dari tahapan ini adalah Dokumen RPJM Desa, RKP Desa dan Rancangan APB Desa;

  • 2. Tahap Pelaksanaan: Pembangunan desa dilaksanakan sesuai dengan Rencana Kerja Pemerintah Desa;

  • 3. Tahap Pemantauan dan Pengawasan Pembangunan Desa: Masyarakat desa berhak melakukan pemantauan dan pengawasan pada proses perencanaan, pelaksanaan kegiatan dan pengelolaan keuangan yang hasilnya menjadi dasar pembahasan pada Musyawarah Desa.

Kapan Tahap perencanaan pembangunan Desa dilaksanakan?

Tahap perencanaan pembangunan desa dilaksanakan setelah dilakukan identifikasi kebutuhan pembangunan dan penentuan skala prioritas yang dituangkan dalam Dokumen RKP Desa. Terdapat tiga tahapan perencanaan pembangunan desa:

  • 1. Musyawarah Desa yang dilaksanakan paling lambat bulan Juni tahun berjalan;

  • 2. RKP Desa disusun oleh Pemerintah Desa pada bulan Juli tahun berjalan dan ditetapkan paling lambat akhir bulan September tahun berjalan;

  • 3. Rancangan Peraturan APB Desa paling lambat ditetapkan pada bulan Oktober tahun berjalan.

Pembangunan Kawasan

Deskripsi Pembangunan Kawasan Perdesaan

Di dalam Pusat Data Desa Indonesia (PDDI) ini, berdasarkan pasal 3 Peraturan Menteri Desa PDTT No. 5 tahun 2016, pembangunan kawasan perdesaan bertujuan untuk mempercepat dan meningkatkan kualitas pelayanan, pengembangan ekonomi, dan/atau pemberdayaan masyarakat desa melalui pendekatan partisipatif dengan mengintegrasikan berbagai kebijakan, rencana, program, dan kegiatan para pihak pada kawasan yang ditetapkan.

Pengaturan Pembangunan Desa selain UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa dan peraturan pelaksanaannya adalah Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2015-2019 yang menjadi acuan bagi pemangku kepentingan terkait Pembangunan Desa dan kawasan perdesaan.

Pembangunan kawasan perdesaan adalah konsep pembangunan yang berbasis perdesaan (rural) dengan memperhatikan ciri khas sosial dan budaya masyarakat yang tinggal di kawasan perdesaan. Masyarakat perdesaan pada umumnya masih memiliki dan melestarikan kearifan lokal kawasan perdesaan yang sangat berhubungan dengan karakteristik sosial, budaya dan geografis, struktur demografi serta kelembagaan Desa. Pembangunan perdesaan dilaksanakan dalam rangka intervensi untuk mengurangi tingkat kesenjangan kemajuan antara wilayah perdesaan dan perkotaan (urban bias). Pembangunan perdesaan diharapkan menjadi solusi bagi perubahan sosial masyarakat desa.

Prioritas pembangunan berbasis perdesaan (rural-based development) meliputi:

  • 1. Pengembangan kapasitas dan pendampingan aparatur Pemerintah Desa dan kelembagaan pemerintahan secara berkelanjutan;

  • 2. Pemenuhan standar pelayanan minimum desa sesuai dengan kondisi geografisnya;

  • 3. Penanggulangan kemiskinan dan pengembangan usaha ekonomi masyarakat desa;

  • 4. Pembangunan sumberdaya manusia, peningkatan keberdayaan, dan pembentukan modal sosial budaya masyarakat Desa;

  • 5. Pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup berkelanjutan;

  • 6. Pengembangan ekonomi kawasan perdesaan untuk mendorong keterkaitan desa-kota; serta

  • 7. Pengawalan implementasi Undang-Undang Desa secara sistematis, konsisten dan berkelanjutan melalui koordinasi, fasilitasi, supervisi dan pendampingan.

Kawasan Perdesaan merupakan terminologi yang digunakan sekaligus isu yang diatur oleh, setidaknya, dua peraturan perundangan setingkat Undang- undang yaitu Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Tata Ruang dan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Dalam kerangka yang lebih luas pengertian kawasan perdesaan di dalam kedua Undang-undang tersebut beririsan dengan amanat UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah. Terkait dengan Kawasan Perdesaan ketentuan Umum pasal 1, ayat (23) Undang-Undang No. 26/2007 menjelaskan bahwa yang dimaksud kawasan perdesaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama pertanian, termasuk pengelolaan sumber daya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi. Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa mengadopsi utuh tanpa perubahan penjelasan tentang kawasan perdesaan dari penjelasan UU No. 6/2007.

Konstruksi Kawasan Perdesaan menurut UU No. 6 tahun 2014

Dalam konstruksi Undang-undang Desa, pengertian Kawasan Perdesaan lebih bersifat sektoral, seperti diatur pasal 83 UU No.6/2014, terkait dengan;

  • 1. Penggunaan dan pemanfaatan wilayah desa dalam rangka penetapan kawasan pembangunan sesuai dengan tata ruang kabupaten/kota.

  • 2. Pelayanan yang dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat perdesaan.

  • 3. Pembangunan infrastruktur, peningkatan ekonomi perdesaan, dan pengembangan teknologi tepat guna.

  • 4. Pemberdayaan masyarakat desa untuk meningkatkan akses terhadap pelayanan dan kegiatan ekonomi.

Selanjutnya Permendes PDTT No. 5 Th. 2016 tentang Pembangunan Kawasan Perdesaan memperjelas bahwa kawasan yang dapat ditetapkan sebagai kawasan perdesaan merupakan bagian dari suatu kabupaten/kota yang terdiri dari beberapa desa yang berbatasan dalam sebuah wilayah perencanaan terpadu yang memiliki kesamaan dan/atau keterkaitan masalah atau potensi pengembangan. Pasal 9 ayat (2) mengatur supaya penetapan pembangunan Kawasan Perdesaan dilakukan dengan memperhatikan:

  • 1. Kegiatan pertanian;

  • 2. Pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya lainnya;

  • 3. Tempat permukiman perdesaan;

  • 4. Tempat pelayanan jasa pemerintahan, sosial dan ekonomi perdesaan;

  • 5. Nilai strategis dan prioritas kawasan;

  • 6. Keserasian pembangunan antar kawasan dalam wilayah kabupaten/Kota;

  • 7. Kearifan lokal dan eksistensi masyarakat hukum adat;

  • 8. Keterpaduan dan keberlanjutan pembangunan.

Peraturan Terkait Pembangunan Kawasan Perdesaan:

  • 1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang

  • 2. UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah.

  • 3. Permendes PDTT No. 5 Th. 2016 tentang Pembangunan Kawasan Perdesaan.

Apakah tujuan Pembangunan Kawasan Perdesaan?

Berdasarkan pasal 3 Peraturan Menteri Desa PDTT No. 5 tahun 2016, pembangunan kawasan perdesaan bertujuan untuk mempercepat dan meningkatkan kualitas pelayanan, pengembangan ekonomi, dan/atau pemberdayaan masyarakat desa melalui pendekatan partisipatif dengan mengintegrasikan berbagai kebijakan, rencana, program, dan kegiatan para pihak pada kawasan yang ditetapkan.

Apakah definisi Pembangunan Kawasan Perdesaan?

Pembangunan kawasan perdesaan adalah konsep pembangunan yang berbasis perdesaan (rural) dengan memperhatikan ciri khas sosial dan budaya masyarakat yang tinggal di kawasan perdesaan. Masyarakat perdesaan pada umumnya masih memiliki dan melestarikan kearifan lokal kawasan perdesaan yang sangat berhubungan dengan karakteristik sosial, budaya dan geografis, struktur demografi serta kelembagaan Desa. Pembangunan perdesaan dilaksanakan dalam rangka intervensi untuk mengurangi tingkat kesenjangan kemajuan antara wilayah perdesaan dan perkotaan (urban bias). Pembangunan perdesaan diharapkan menjadi solusi bagi perubahan sosial masyarakat desa.

Prioritas pembangunan berbasis perdesaan (rural-based development) meliputi:

  • 1. Pengembangan kapasitas dan pendampingan aparatur Pemerintah Desa dan kelembagaan pemerintahan secara berkelanjutan;

  • 2. Pemenuhan standar pelayanan minimum desa sesuai dengan kondisi geografisnya;

  • 3. Penanggulangan kemiskinan dan pengembangan usaha ekonomi masyarakat desa;

  • 4. Pembangunan sumberdaya manusia, peningkatan keberdayaan, dan pembentukan modal sosial budaya masyarakat desa;

  • 5. Pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup berkelanjutan;

  • 6. Pengembangan ekonomi kawasan perdesaan untuk mendorong keterkaitan desa-kota; serta

  • 7. Pengawalan implementasi Undang-Undang Desa secara sistematis, konsisten dan berkelanjutan melalui koordinasi, fasilitasi, supervisi dan pendampingan.

Pengaturan Pembangunan Desa selain UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa dan peraturan pelaksanaannya adalah Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2015-2019 yang menjadi acuan bagi pemangku kepentingan terkait Pembangunan Desa dan kawasan perdesaan.

Pengadaan

Deskripsi Pengadaan Barang dan Jasa di Desa

Di dalam Pusat Data Desa Indonesia (PDDI) ini, pengadaan barang dan jasa di desa adalah kegiatan untuk memperoleh barang dan jasa oleh Pemerintah Desa, baik dilakukan dengan cara swakelola maupun melalui penyedia barang/jasa. Ketentuan terkait dengan pengadaan barang/jasa didesa telah diatur di dalam Peraturan Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Nomor 22 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Peraturan Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Nomor 13 Tahun 2013 tentang Pedoman Cara Pengadaan Barang/Jasa di Desa.

Pada prinsipnya pengadaan barang/jasa dilakukan secara swakelola dengan memaksimalkan penggunaan material/bahan dari wilayah setempat, dilaksanakan secara gotong-royong dengan melibatkan partisipasi masyarakat setempat untuk memperluas kesempatan kerja dan pemberdayaan masyarakat setempat.

Di dalam pelaksanaannya pengadaan barang/jasa di desa perlu mempertimbangkan prinsip-prinsip di antaranya:

  • Efisien, berarti pengadaan barang/jasa harus diusahakan dengan menggunakan dana dan daya minimum untuk mencapai kualitas dan sasaran dalam waktu yang ditetapkan atau menggunakan dana yang telah ditetapkan untuk mencapai hasil dan sasaran dengan kualitas maksimum;

  • Efektif, berarti pengadaan barang/jasa harus sesuai dengan kebutuhan dan sasaran yang telah ditetapkan serta memberikan manfaat yang sebesar-besarnya;

  • Transparan, berarti semua ketentuan dan informasi mengenai pengadaan barang/jasa bersifat jelas dan dapat diketahui secara luas oleh masyarakat dan penyedia barang/jasa yang berminat;

  • Pemberdayaan masyarakat, berarti pengadaan barang/jasa harus dijadikan sebagai wahana pembelajaran bagi masyarakat untuk dapat mengelola pembangunan desanya;

  • Gotong royong, berarti penyediaan tenaga kerja oleh masyarakat dalam pelaksanaan kegiatan pembangunan di desa dan;

  • Akuntabel, berarti harus sesuai dengan aturan dan ketentuan terkait dengan pengadaan barang/jasa sehingga dapat dipertanggungjawabkan.

Prinsip-prinsip pengadaan barang/jasa dalam Perka LKPP Nomor 13 Tahun 2013 dan perubahannya ini berbeda dengan prinsip-prinsip pengadaan barang/jasa yang dimuat dalam Perpres Nomor 54 Tahun 2010.

Secara umum ruang lingkup kegiatan pengadaan barang/jasa di desa mencakup:

  • 1. Pengadaan barang/jasa melalui swakelola, di mana pelaksanaan swakelola dilakukan oleh Tim Pengelola Kegiatan (TPK) selaku tim yang ditetapkan oleh kepala desa dengan surat keputusan, terdiri dari unsur pemerintah desa dan unsur lembaga kemasyarakatan desa untuk melaksanakan barang/jasa;

  • 2. Pengadaan barang/jasa melalui swakelola meliputi kegiatan persiapan, pelaksanaan, pengawasan, penyerahan, pelaporan, dan pertanggungjawaban hasil pekerjaan;

  • 3. Pengadaan barang/jasa melalui penyediaan barang/jasa dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan barang/jasa dalam rangka mendukung pelaksanaan swakelola ataupun memenuhi kebutuhan barang/jasa secara langsung di desa.

Terdapat tiga pihak yang berperan penting didalam pengorganisasian kegiatan barang/jasa di desa sebagai pengelola. Kepala Desa sebagai penanggungjawab utama program pembangunan desa, dalam hal teknis pengelolaan barang dan jasa di desa menetapkan Tim Pengelola Kegiatan (TPK) yang terdiri dari unsur perangkat desa dan lembaga kemasyarakatan desa.

Tata cara pelaksanaan barang/jasa di desa sebagai berikut:

  • 1. Pengadaan barang/jasa dengan nilai sampai dengan Rp 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah)

    • a. TPK membeli barang/jasa kepada 1 (satu) penyedia barang/jasa.

    • b. Pembelian sebagaimana dimaksud pada poin a, dilakukan tanpa permintaan penawaran tertulis dari TPK dan tanpa penawaran tertulis dari penyedia barang/jasa.

    • c. TPK melakukan negosiasi (tawar-menawar) dengan penyedia barang/jasa untuk memperoleh harga yang lebih murah.

    • d. Penyedia barang/jasa memberikan bukti transaksi berupa nota, faktur, pembelian, atau kuitansi untuk dan atas nama TPK.

  • 2. Pengadaan barang/jasa dengan nilai di atas Rp 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) sampai dengan Rp 200.000.000 (dua ratus juta rupiah)

    • a. TPK membeli barang/jasa kepada 1 (satu) penyedia barang/jasa.

    • b. Pembelian sebagaimana dimaksud pada poin a, dilakukan TPK dengan cara meminta penawaran secara tertulis dari penyedia barang/jasa dengan dilampiri daftar barang/jasa (rincian barang/jasa atau ruang lingkup pekerjaan, volume dan satuan).

    • c. Penyedia barang/jasa menyampaikan penawaran tertulis yang berisi daftar barang/jasa (rincian barang/jasa atau ruang lingkup pekerjaan, volume, dan satuan) dan harga.

    • d. TPK melakukan negosiasi (tawar-menawar) dengan penyedia barang/jasa untuk memperoleh harga yang lebih murah.

    • e. Penyedia barang/jasa memberikan bukti transaksi berupa nota, faktur, pembelian, atau kuitansi untuk dan atas nama TPK.

  • 3. Pengadaan barang/jasa dengan nilai di atas Rp 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah)

    • a. TPK mengundang dan meminta 2 (dua) penawaran secara tertulis dari 2 (dua) penyedia barang/jasa yang berbeda dilampiri dengan daftar barang/jasa (rincian barang/jasa atau ruang lingkup pekerjaan, volume, satuan) dan spesifikasi teknis barang/jasa.

    • b. Penyedia barang/jasa menyampaikan pewaran tertulis yang berisi daftar barang/jasa (rincian barang/jasa atau ruang lingkup pekerjaan, volume, dan satuan) dan harga.

    • c. TPK menilai pemenuhan spesifikasi teknis barang/jasa terhadap kedua penyedia barang/jasa yang memasukkan penawaran.

    • d. Apabila spesifikasi teknis barang/jasa yang ditawarkan:

      • i. Dipenuhi oleh kedua penyedia barang/jasa, maka dilanjutkan dengan proses negosiasi (tawar-menawar) secara bersamaan.

      • ii. Dipenuhi oleh salah satu penyedia barang/jasa, maka TPK tetap melanjutkan dengan proses negosiasi (tawar-menawar) kepada penyedia barang/jasa yang memenuhi spesifikasi teknis tersebut.

      • iii. Tidak dipenuhi oleh kedua penyedia barang/jasa, maka TPK membatalkan proses pengadaan.

    • e. Apabila spesifikasi teknis sebagaimana dimaksud pada huruf d poin (iii), maka TPK melaksanakan kembali proses pengadaan sebagaimana dimaksud pada poin a.

    • f. Negosiasi (tawar-menawar) sebagaimana dimaksud pada huruf d untuk memperoleh harga yang lebih murah.

    • g. Hasil negosiasi dituangkan dalam surat perjanjian antara ketua TPK dan penyedia barang/jasa yang berisi sekurang-kurangnya:

      • i. Tanggal dan tempat dibuatnya surat perjanjian;

      • ii. Para pihak;

      • iii. Ruang lingkup pekerjaan;

      • iv. Hak dan kewajiban para pihak

      • v. Jangka waktu pelaksanaan pekerjaan;

      • vi. Ketentuan keadaan kahar; dan

      • vii. Sanksi.

Peraturan terkait Pengadaan Barang dan Jasa di Desa:

  • 1. Peraturan Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Nomor 22 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Peraturan Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Nomor 13 Tahun 2013 tentang Pedoman Cara Pengadaan Barang/Jasa di Desa.

  • 2. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 113 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keungan Desa

Bagaimana pengadaan barang dan jasa untuk pembangunan desa?

  • Untuk melaksanakan pengadaan barang dan jasa yang bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja desa, sesuai dengan tata kelola pemerintahan yang baik, sehingga hasil pengadaan barang dan jasa dapat bermanfaat memenuhi kebutuhan masyarakat, pengadaan barang dan jasa di desa berpedoman kepada Peraturan Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Pemerintah (Perka LKPP) No. 13 Tahun 2013 yang sudah diperbarui menjadi Perka LKPP No. 22 Tahun 2015.

  • Tata cara pengadaan barang dan jasa di desa yang bersumber dari pembiayaan anggaran pendapatan belanja desa diatur oleh Bupati/Walikota dalam bentuk Peraturan Bupati/Walikota dengan tetap berpedoman kepada Peraturan LKPP yang berlaku untuk pengadaan barang dan jasa di desa, serta memperhatikan kondisi social dan budaya masyarakat setempat.

Pengaduan

Deskripsi Saluran Pengaduan

Di dalam Pusat Data Desa Indonesia (PDDI) ini, dalam praktiknya masyarakat desa sering menemukan pelanggaran yang dilakukan oleh aparat desa, pendamping desa, maupun berbagai pihak lain yang melakukan praktik penyimpangan. Namun masyarakat juga kerap kurang mengetahui ke mana pengaduan tersebut seharusnya dilaporkan. Jenis pelanggaran yang sering dilakukan antara lain meliputi penyalahgunaan keuangan desa, praktik mal-administrasi, buruknya pelayanan publik, dan lain-lain. Dalam pelaksanaan pembangunan desa, masyarakat berhak menuntut keterbukaan informasi untuk mengawasi jalannya pembangunan desa secara transparan dan akuntabel. Secara reguler masyarakat berhak mengadukan aspirasi dan penyalahgunaan terkait pelaksanaan UU Desa, melalui Badan Permusyawaratan Desa (BPD) karena berdasarkan pasal 55 UU No. 6 tentang Desa dijelaskan bahwa salah satu fungsi BPD adalah menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat desa. Selain kepada BPD masyarakat desa bisa menyalurkan pengaduan terkait pelaksanaan UU Desa tersebut kepada beberapa saluran pengaduan yang disediakan oleh pihak yang berwenang.

Selain itu didalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 110 Tahun 2016 Pasal 36 penyaluran aspirasi masyarakat dijelaskan sebagai berikut :

  • 1. BPD menyalurkan aspirasi masyarakat dalam bentuk lisan dan atau tulisan.

  • 2. Penyaluran aspirasi masyarakat dalam bentuk lisan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) seperti penyampaian aspirasi masyarakat oleh BPD dalam musyawarah BPD yang dihadiri Kepala Desa.

  • 3. Penyaluran aspirasi masyarakat dalam bentuk tulisan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) seperti penyampaian aspirasi melalui surat dalam rangka penyampaian masukan bagi penyelenggaraan Pemerintahan Desa, permintaan keterangan kepada Kepala Desa, atau penyampaian rancangan Peraturan Desa yang berasal dari usulan BPD.

Selain saluran pengaduan yang dapat disampaikan melalui Badan Permusyawaratan Desa, guna mewujudkan transparansi dan akuntabilitas pelayanan publik yang baik, masyarakat juga dapat menyampaikan pengaduan berbagai macam praktek pelanggaran dan penyimpangan melalui Call Center yang telah dibangun oleh Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi di nomor 15000040 serta pengaduan kepada portal Layanan Aspirasi dan Pengaduan Online Rakyat (LAPOR) dibawah Kantor Staf Presiden Republik Indonesia.

Peraturan terkait Saluran Pengaduan:

  • 1. Undang-Undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa.

  • 2. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 110 tentang Badan Permusyawaratan Desa.

  • 3. Permendesa Nomor 1 tahun 2015 Tentang Pedoman Kewenangan Berdasarkan Hak Asal Usul Dan Kewenangan Lokal Berskala Desa.

  • 4. Permendesa Nomor 2 tahun 2015 Tentang Pedoman Tata Tertib Dan Mekanisme Pengambilan Keputusan Musyawarah Desa.

Bagaimana Peran Kepala Desa dalam Pengelolaan dan Pengaduan dan Penyelesaian Masalah?

Kepala desa mengoordinasikan penanganan pengaduan masyarakat dan penyelesaian masalah dalam pelaksanaan kegiatan pembangunan desa. Koordinasi penanganan pengaduan masyarakat dan penyelesaian masalah sekurang-kurangnya meliputi kegiatan:

  • a. Penyediaan kotak pengaduan masyarakat;

  • b. Pencermatan masalah yang termuat dalam pengaduan masyarakat;

  • c. Penetapan status masalah; dan

  • d. Penyelesaian masalah dan penetapan status penyelesaian masalah.

Penanganan pengaduan dan penyelesaian masalah berdasarkan ketentuan sebagai berikut:

  • a. Menjaga kerahasiaan identitas pelapor;

  • b. Mengutamakan penyelesaian masalah di tingkat pelaksana kegiatan;

  • c. Menginformasikan kepada masyarakat desa perkembangan penyelesaian masalah;

  • d. Melibatkan masyarakat desa dalam menyelesaikan masalah; dan

  • e. Mengadministrasikan bukti pengaduan dan penyelesaian masalah.

Penyelesaian masalah dilakukan secara mandiri oleh desa berdasarkan kearifan lokal dan pengarusutamaan perdamaian melalui musyawarah desa. Dalam hal musyawarah desa menyepakati masalah dinyatakan selesai, hasil kesepakatan dituangkan dalam berita acara musyawarah desa.

Peraturan Desa

Deskripsi Tata Cara Penyusunan Peraturan Desa

Di dalam Pusat Data Desa Indonesia (PDDI) ini, sesuai UU Desa pasal 1 ayat 7, Peraturan Desa adalah peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh Kepala Desa setelah dibahas dan disepakati bersama Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Peraturan Desa adalah salah satu peraturan di desa. Selain Peraturan Desa terdapat Peraturan Bersama Kepala Desa dan Peraturan Kepala Desa.

Kepala Desa berwenang mengajukan rancangan dan menetapkan Peraturan Desa; sedang BPD berhak mengajukan usulan rancangan Peraturan Desa. BPD bersama Kepala Desa kemudian membahas dan menyepakati Rancangan Peraturan Desa.

UU Desa mengamanatkan Rancangan Peraturan Desa wajib dikonsultasikan kepada masyarakat Desa. Masyarakat Desa berhak memberikan masukan terhadap Rancangan Peraturan Desa. Secara khusus untuk Rancangan Peraturan Desa tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa, pungutan, tata ruang, dan organisasi Pemerintah Desa, harus mendapatkan evaluasi dari Bupati/Walikota sebelum ditetapkan menjadi Peraturan Desa.

Peraturan Desa dan peraturan Kepala Desa diundangkan dalam Berita Desa dan Lembaran Desa oleh sekretaris desa.

Untuk Desa Adat, Peraturan Desa Adat disesuaikan dengan hukum adat dan norma adat istiadat yang berlaku di Desa Adat sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Kementerian Dalam Negeri telah memberikan pedoman penyusunan Peraturan Desa dan Peraturan Kepala Desa melalui Permendagri No. 111 Tahun 2014 tentang Pedoman Teknis Peraturan di Desa. Sesuai tujuannya, Permendagri tersebut memberikan pedoman tatacara penyusunan Peraturan Desa, sebagai berikut:

Penyusunan Peraturan Desa yang diprakarasi oleh Kepala Desa :

  • 1. Rancangan Peraturan Desa yang telah disusun, wajib dikonsultasikan kepada masyarakat desa.

  • 2. Rancangan Peraturan Desa dapat dikonsultasikan kepada camat untuk mendapatkan masukan.

  • 3. Konsultasi diutamakan kepada masyarakat atau kelompok masyarakat yang terkait langsung dengan substansi materi pengaturan.

  • 4. Masukan dari masyarakat desa dan camat digunakan pemerintah desa untuk tindaklanjut proses penyusunan rancangan Peraturan Desa.

  • 5. Rancangan Peraturan Desa yang telah dikonsultasikan disampaikan Kepala Desa kepada BPD untuk dibahas dan disepakati bersama.

Penyusunan Peraturan Desa yang diprakarsai oleh BPD:

BPD dapat menyusun dan mengusulkan rancangan Peraturan Desa, kecuali untuk rancangan Peraturan Desa tentang rencana pembangunan jangka menengah desa, rancangan Peraturan Desa tentang rencana kerja Pemerintah Desa, rancangan Peraturan Desa tentang APB Desa dan rancangan Peraturan Desa tentang laporan pertanggungjawaban realisasi pelaksanaan APB Desa.

Tahapan Pembahasan Peraturan Desa:

  • BPD mengundang Kepala Desa untuk membahas dan menyepakati rancangan Peraturan Desa.

  • Dalam hal terdapat rancangan Peraturan Desa prakarsa Pemerintah Desa dan usulan BPD mengenai hal yang sama untuk dibahas dalam waktu pembahasan yang sama, maka didahulukan rancangan Peraturan Desa usulan BPD sedangkan Rancangan Peraturan Desa usulan Kepala Desa digunakan sebagai bahan untuk dipersandingkan.

  • Rancangan Peraturan Desa yang belum dibahas dapat ditarik kembali oleh pengusul.

  • Rancangan Peraturan Desa yang telah dibahas tidak dapat ditarik kembali kecuali atas kesepakatan bersama antara Pemerintah Desa dan BPD.

  • Rancangan Peraturan Desa yang telah disepakati bersama disampaikan oleh pimpinan Badan Permusyawaratan Desa kepada Kepala Desa untuk ditetapkan menjadi Peraturan Desa paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal kesepakatan.

  • Rancangan Peraturan Desa wajib ditetapkan oleh Kepala Desa dengan membubuhkan tanda tangan paling lambat 15 (lima belas) hari terhitung sejak diterimanya rancangan Peraturan Desa dari pimpinan Badan Permusyawaratan Desa.

Tahapan Penetapan Peraturan Desa:

  • Rancangan Peraturan Desa yang telah dibubuhi tanda tangan Kepala Desa disampaikan kepada Sekretaris Desa untuk diundangkan.

  • Dalam hal Kepala Desa tidak menandatangani Rancangan Peraturan Desa Rancangan Peraturan Desa tersebut wajib diundangkan dalam Lembaran Desa dan sah menjadi Peraturan Desa.

Tahapan Pengundangan Peraturan Desa:

  • Sekretaris Desa mengundangkan Peraturan Desa dalam Lembaran Desa.

  • Peraturan Desa dinyatakan mulai berlaku dan mempunyai kekuatan hukum yang mengikat sejak diundangkan.

Tahapan Penyebarluasan Peraturan Desa:

  • Penyebarluasan dilakukan oleh Pemerintah Desa dan BPD sejak penetapan rencana penyusunan rancangan Peraturan Desa, penyusunan Rancangan Peratuan Desa, pembahasan Rancangan Peraturan Desa, hingga Pengundangan Peraturan Desa.

  • Penyebarluasan dilakukan untuk memberikan informasi dan/atau memperoleh masukan masyarakat dan para pemangku kepentingan.

Tata Cara Penyusunan Peraturan Bersama Kepala Desa

  • Perencanaan penyusunan rancangan Peraturan Bersama Kepala Desa ditetapkan bersama oleh dua Kepala Desa atau lebih dalam rangka kerja sama antar-Desa.

  • Perencanaan penyusunan rancangan Peraturan Bersama Kepala Desa ditetapkan setelah mendapatkan rekomendasi dari musyawarah desa.

  • Penyusunan rancangan Peraturan Bersama Kepala Desa dilakukan oleh Kepala Desa pemrakarsa.

  • Rancangan Peraturan Bersama Kepala Desa yang telah disusun, wajib dikonsultasikan kepada masyarakat desa masing-masing dan dapat dikonsultasikan kepada camat masing-masing untuk mendapatkan masukan.

  • Masukan dari masyarakat desa dan camat digunakan Kepala Desa untuk tindaklanjut proses penyusunan rancanan Peraturan Bersama Kepala Desa.

  • Pembahasan rancangan Peraturan Bersama Kepala Desa dilakukan oleh 2 (dua) Kepala Desa atau lebih.

  • Kepala Desa yang melakukan kerja sama antardesa menetapkan rancangan Peraturan Desa dengan membubuhkan tanda tangan paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal disepakati.

  • Rancangan Peraturan Bersama Kepala Desa yang telah dibubuhi tanda tangan diundangkan dalam Berita Desa oleh Sekretaris Desa masing-masing desa.

  • Peraturan Bersama Kepala Desa mulai berlaku dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sejak tanggal diundangkan dalam Berita Desa pada masing-masing Desa.

  • Peraturan Bersama Kepala Desa disebarluaskan kepada masyarakat Desa masing-masing.

Beberapa contoh penting penggunaan Perkades sesuai Permendagri 113/2014 tentang Keuangan Desa:

  • Pengeluaran desa belanja pegawai desa yang bersifat mengikat dan operasional perkantoran ditetapkan dalam peraturan kepala desa.

  • Perubahan APBDes dalam hal Bantuan keuangan dari APBD Provinsi dan APBD Kabupaten/Kota serta hibah dan bantuan pihak ketiga yang tidak mengikat ke desa disalurkan setelah ditetapkannya Peraturan Desa tentang Perubahan APB Desa, diatur dengan Peraturan Kepala Desa tentang perubahan APBDesa.

Peraturan Desa Adat

Peraturan Desa Adat disesuaikan dengan hukum adat dan norma adat istiadat yang berlaku di desa adat sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.

Teknik dan prosedur penyusunan Peraturan di desa yang diatur dalam Peraturan Menteri ini berlaku secara mutatis mutandis bagi teknik dan prosedur penyusunan Peraturan di desa adat.

Pembatalan Peraturan Desa dan peraturan kepala Desa

Peraturan Desa dan peraturan kepala Desa yang bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dibatalkan oleh bupati/walikota.

Peraturan terkait Tata Cara Penyusunan Peraturan Desa:

  • 1. Undang-Undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa.

  • 2. Peraturan Menteri Desa Nomor 2 Tahun 2015 tentang Pedoman Tata Tertib dan Mekanisme Pengambilan Keputusan Musyawarah Desa.

  • 3. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 110 tentang Badan Permusyawaratan Desa.

Apa itu Peraturan Desa?

Peraturan Desa adalah peraturan perundangundangan yang ditetapkan oleh Kepala Desa setelah dibahas dan disepakati bersama Badan Permusyawaratan Desa. Jenis peraturan di desa terdiri atas Peraturan Desa, Peraturan Bersama Kepala Desa, dan Peraturan Kepala Desa.

Apakah Peraturan Desa merupakan salah satu jenis peraturan perundang-undangan seperti peraturan yang ditetapkan oleh DPR, DPRD, Mahkamah Agung, KPU dan lain-lainnya?

Peraturan Desa merupakan jenis peraturan perundang-undangan lain diluar jenis dan hirarki 7 (tujuh) peraturan perundang-undangan yang disebut dalam UU No. 12 Tahun 2011, yakni UUD NRI 1945, Ketetapan MPR, UU/Perppu, PP, Perpres, Perda Provinsi dan Perda Kabupaten/Kota. Validitas Peraturan Desa dinyatakan dalam Pasal 8 UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Peraturan Desa diakui keberadaannya dan berkekuatan hukum mengikat tergantung perintah dari peraturan perundangundangan yang relevan dan lebih tinggi. Pertama, Peraturan Desa diperintahkan oleh UU Desa No. 6 Tahun 2014, dan peraturan pelaksanaannya sebagai peraturan perundangundangan yang lebih tinggi, sehingga peraturan diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat. Kedua, Peraturan Desa dibentuk berdasarkan kewenangan desa.

Apa saja Peraturan Desa yang diperintahkan oleh UU Desa dan PP 47/2015?

UU Desa No. 6 Tahun 2014 dan PP 47/2015 telah mengatur muatan pengaturan Peraturan Desa tentang (1) RPJM Desa, (2) RKP Desa, (3) APB Desa, (4) Pendirian BUM Desa, (5) Pembentukan Lembaga Kemasyarakatan Desa, (6) Pungutan, (7) Organisasi pemerintah desa, (8) Pengelolaan kekayaan milik desa, (9) Perencanaan, pemanfaatan dan pendayagunaan aset desa dan tata ruang dalam pembangunan kawasan perdesaan. Hal yang penting tentang pelaksanaan kewenangan berdasarkan hak asal usul dan kewenangan lokal berskala desa yang diatur dan diurus oleh desa. Contoh Peraturan Desa yang mengatur kewenangan berdasarkan hak asal usul diantaranya Peraturan Desa tentang Pranata dan Hukum Adat, Peraturan Desa tentang Tanah Kas Desa, Peraturan Desa tentang Kesepakatan dalam Pemanfaatan Sumber Mata Air dan seterusnya.

Bagaimana bentuk Rancangan Peraturan Desa tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJM Desa)?

Format rancangan Peraturan Desa tentang RPJM Desa cukup sederhana:

  • 1. Konsideran menimbang cukup memasukkan pertimbangan filosofi deliberatif yakni musyawarah desa dan pernyataan normatif bahwa Raperdes RPJM Desa telah dibahas dan disepakati bersama BPD;

  • 2. Konsideran mengingat cukup menyajikan peraturan perundang-undangan yang relevan yakni UU Desa dan peraturan pemerintah sebagai peraturan pelaksanaannya, Permendagri, Permendesa PDTT dan Perda setempat tentang RPJMD yang diacu oleh masing-masing dokumen perencanaan desa;

  • 3. Batang tubuh yang berisi pasal-pasal dengan kaidah penormaan dan tidak hanya berisi pernyataan, kalimat dan paragraf yang berisi kalimat berita tanpa norma yang jelas.

Bagaimana cara menyusun Rancangan Peraturan Desa tentang Daftar Kewenangan Lokal Berskala Desa?

Pada dasarnya Daftar Kewenangan Lokal Berskala Desa diawali dari kinerja Tim Inventarisasi yang dibentuk oleh Bupati/Walikota yang menyusun Daftar Kewenangan Lokal Berskala Desa di wilayah kabupaten/kota. Desa dilibatkan dalam proses penyusunan Daftar Kewenangan Lokal Berskala Desa. Acuannya dapat diambil dari Permendesa PDTT No. 1 Tahun 2015 tentang Pedoman Kewenangan Berdasarkan Hak Asal Usul dan Kewenangan Lokal Berskala Desa. Hasilnya dituangkan dalam Rancangan Peraturan Bupati tentang Kewenangan Lokal Berskala Desa. Kepala Desa atau BPD memprakarsai penyusunan Rancangan Perdes tentang daftar Kewenangan Lokal Berskala Desa, dibahas dalam Musyawarah Desa, dan ditetapkan oleh Kepala Desa.

Prinsip apa yang harus dipenuhi dalam penyusunan Peraturan Desa?

  • 1. Peraturan Desa harus bersifat konstitusional, artinya membatasi yang berkuasa dan melindungi yang lemah;

  • 2. Tidak bertentangan dengan peraturan di atasnya;

  • 3. Menciptakan ketertiban;

  • 4. Memudahkan, artinya memberi ruang kepada masyarakat untuk mengembangkan kreasi, potensi, inovasi dan mendapatkan akses, serta memberi insentif;

  • 5. Membatasi artinya mencegah eksploitasi terhadap sumber daya alam dan warga masyarakat;

  • 6. Membatasi penyalahgunaan kekuasaan dan mencegah dominasi; dan

  • 7. Mendorong pemberdayaan masyarakat artinya memberi ruang partisipasi masyarakat, dan melindungi minoritas.

Apa manfaat Peraturan Desa?

Peraturan berfungsi sebagai pedoman kerja atau bahan acuan bagi pemangku kepentingan dalam penyelenggaraan kegiatan di desa.

  • 1. Terciptanya tatanan kehidupan yang serasi, selaras dan seimbang di desa. Hubungan antara warga masyarakat dengan pemerintah atau antar warga dengan warga lainnya terbangun dalam situasi yang setara sesuai dengan kedudukan dan kewenangan masing-masing;

  • 2. Memudahkan pencapaian tujuan. Dengan regulasi, ada kepastian ataupun payung hukum untuk melaksanakan program di desa dalam mewujudkan tujuannya;

  • 3. Sebagai acuan dalam rangka pengendalian dan pengawasan. Regulasi desa mengendalikan dan mengawasi kegiatan yang dilaksanakan oleh Pemerintah Desa dan kelembagaan desa lainnya termasuk masyarakat, sehingga sesuai dengan pedoman yang ada;

  • 4. Sebagai dasar pengenaan sanksi atau hukuman. Regulasi desa bertindak untuk menertibkan masyarakat;

  • 5. Mengurangi kemungkinan terjadinya penyimpangan atau kesalahan.

Apa arti Azas Rekognisi?

Berdasarkan UU Desa No. 6 Tahun 2014 tentang Desa pasal 3, azas rekognisi atau pengakuan merupakan bentuk penghargaan dan pegakuan negara kepada desa terhadap hak asal-usul dan juga pengakuan terhadap hak asal usul desa.

Apa arti Azas Subsidaritas?

Berdasarkan UU Desa No. 6 Tahun 2014 tentang Desa pasal 3, azas subsidaritas atau penetapan kewenangan berskala lokal desa untuk kepentingan masyarakat desa dalam mengelola pembangunan dan pemberdayaan masyarakat secara mandiri berdasarkan kondisi, kemampuan, potensi, dan perubahan lingkungan yang terjadi di desa.